Tanya Jawab Administrasi Kepolisian


Mengapa fungsi Shabara disebut sebagai back bone-nya kepolisian?
      
      Sabhara disebut sebagai tulang punggung dari polisi karena: Jumlah Sabhara paling besar di Polri, sekitar 90% dari personil Polri. Fungsi sabhara juga berada di seluruh kesatuan Polri dari tingkat Mabes sampai Polsek. Keberadaan Sabhara disebut sebagai uniform police menunjukkan kehadiran Polisi di tengah-tengah masyarakat. Tugas sabhara adalah melakukan pengaturan jalan, penjagaan , pengawalan, dan patroli. Tugas-tugas itu merupakan tugas yang dapat mencegah segala bentuk gangguan kamtibmas serta merupakan perwujudan kehadiran Polri di masyarakat. Patroli dalam kesehariannya juga berperan untuk melakukan TP TKP Polri yang bermanfaat untuk langkah penyidikan yang akan dilakukan reserse selanjutnya, Sabhara juga dapat berperan untuk menyampaikan himbauan kamtibmas, serta Sabhara Mencerminkan kesiap siagaan Polri setiap saat sepanjang waktu dalam upaya pemeliharaan dan menjamin Kamtibmas.

Apa yang dimaksud dengan kamampuan teknis profesional khas kepolisian?
      
      Yang dimaksud dengan kemampuan khas teknis kepolisian adalah kemampuan manajerial yang spesial dibutuhkan dalam melaksanakan tugas kepolisian. Selain memiliki teori, prinsip, dan teknik yang universal, kemampuan substantif yang lebih khusus terkait spesialisasi di bidang teknisnya juga harus dimiliki. Dalam kepolisian, kemampuan khas teknis kepolisian harus dimiliki guna memperoleh  penguasaan bidang substansi organisasi. Dalam konteks organisasi Polri kemampuan ini meliputi Kemampuan khas teknis kepolisian di fungsi intel, lantas, reskrim, samapta, polair, pol udara, pol satwa, brimob.

Fungsi utama kepolisian adalah fungsi pre-emtif, preventif, dan represif. Dalam penjelasanan Prof. Awaloedin Djamin, bahwa pelaksanaan fungsi kepolisian tersebut, pada fungsi pre-emtif Polri hanya memiliki lingkup kewenangan 20%, fungsi preventif 50%, dan fungsi represif 75%-80%. Jelaskan maksud dari uraian ini adalah:

Pernyataan tersebut menjelaskan mengenai porsi batas kewenangan Polri dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan instansi lainnya. Dikatakan bahwa dalam Fungsi PREEMTIF porsi Polri hanya 20% sedangkan porsi lainnya dilakukan oleh elemen masyarakat/ institusi yang lain.  Artinya bahwa kewenangan Polri dalam melaksanakan tugas secara preemtif itu tidaklah besar, upaya preemtif itu lebih banyak melibatkan instansi/ elemen masyarakat lain. Hal ini berimplikasi kepada cara pelaksanaan tugas kita. Dalam melakukan upaya kepolisian secara preemtif kita harus dapat bermitra dan memanfaatkan bantuan dari instansi lain. Contoh : kejahatan jalanan muncul karena persoalan ekonomi. Dalam menangani masalah ini kita harus bekerjasama dengan Pemerintah daerah untuk mendorong pekerjaan, departemen pendidikan untuk melakukan pelatihan agar masyarakat dapat berwira usaha, dishub untuk mengadakan sistem monitoring di jalan, dll.
Demikian juga dengan pelaksanaan tugas secara preventif juga harus meningkatkan kerjasama dengan instansi lain. Dengan porsi penanganan secara preventif kita hanya 50% maka, dalam melaksanakan tugas secara preventif ini kita harus mencegah kerawanan-kerawanan yang mungkin timbul sehingga tidak berkembang menjadi gangguan kamtibmas. Dan upaya itu harus dikerjakan bersama dengan elemn masyarakat lainnya.

Sedangkan untuk persoalan yang bersifat represif sebesar 75-80 % ada di kepolisian. Hal itu karena fungsi penegakkan hukum memang diawaki oleh kepolisian dan tentunya dibantu dengan pengemban fungsi kepolisian lainnya seperti Polsus dan PPNS. Namun pada dasarnya kepolisianlah yang melakukan tugas penegakkan hukum dan penyidikan tindak pidana dari diketahui tindak pidana sampai pemberkasan. Dengan kewenangan yang sangat luas ini kita harus dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga berimplikasi positif untuk pewujudan tujuan nasional.

Komentar

Postingan Populer