Cara Mengambil Keputusan Moral Menurut Immanuel Kant

Dalam mengambil keputusan terkadang kita dihadapkan ke dalam sebuah keputusan yang sulit. Kondisi yang kita alami terkadang berada dalam batas-batas koridor banyak norma. Permasalahan kemudian timbul ketika batasan antar norma tersebut saling bertentang sehingga sulit untuk menentukan bagaimana tindakan yang baik. Defisinisi baik menurut norma sosial tentunya berdeda dfinisi baik dengan norma hukum. Definisi norma norma agama mungkin juga berbeda dengan definisi baik norma politik. Masalah kemudian timbul ketika sebuah kondisi berada dalam banyak ranah norma dimana semuanya mempunyai deskripsi yang saling bertentangan tentang definisi "baik". Disinilah mengapa kita perlu untuk memahami konsep moral. Menghadapi kondisi tersebut kita harus menggunakan pertimbangan moral dalam mengambil keputusan. Ada beberapa syarat prinsip pengambilan keputusan berdasarkan norma moral menurut Kant yang membedakannya dengan pegambilan keputusan berdasarkan norma lainnya. Standar keputusan moral menurt Kant yaitu : (1) bersyarat kesemestaan, (2) menghargai pribadi dan (3) otonom.

(1) Bersyarat kesemestaan. Sebuah keputusan dapat disebut sebagai keputusan yang bermoral apabila tindakan tersebut mendasari prinsip:  "Untuk mengetahui apakah tindakan itu bermoral atau tidak, maka aku harus bertanya apakah kaedahnya dapat diuniversalisasikan atau tidak." Jika  kaedah itu dapat diuniversalisasikan dan dapat diterapkan untuk semua orang, maka tindakan tersebut dapat dikatakan baik menurut moral. Tapi jika keputusan itu hanya baik bagi diri sendiri, atau bagi sekelompok orang maka tindakan itu bukanlah termasuk tindakan yang menganut prinsip moral. Baik menurut hukum yang berlaku juga bukan berarti baik menurut moral karena hukum belum tentu baik secara universal. Hukum hakekatnya merupakan artikulasi kepentingan sebagian kelompok yang pada saat itu mempunyai kekuatan untuk membentuk hukum. Jadi dalam menilai baik atau tidaknya menurut moral kita tidak dapat mengacu pada norma hukum positif saja, namun mengacu pada keuniversalitasan kaedah masyarakat.
Sebagai contoh adalah fenomena yang banyak terjadi di ibukota terkait pembantu rumah tangga. Banyak di daerah pelosok jawa keluarga yang hidup dalam garis kemiskinan dan mereka harus mencari pekerjaan dari kecil untuk menghidupi dirinya sendiri dan bahkan keluarganya. Secara hukum anak kecil tidak boleh bekerja dan mempekerjakan anak di bawah 18 tahun adalah perbuatan pidana yang dilarang undang-undang.  Menemukan fakta bahwa banyak pembatu rumah tangga sekarang ini berusia di bawah 18 tahun, kita harus jeli menilai keadaan ini. Kita tidak boleh menghiraukan fakta bahwa anak-anak ini bekerja dengan kemauan sendiri dan harus bekerja untuk hidup walaupun itu melanggar hukum. Sebagai penegak hukum kita harus melihat kondisi ini melalui kaidah norma moral secara universal tidak hanya berpatokan dengan norma hukum saja.

(2) Menghargai pribadi. Sebuah keputusan disebut mempunyai standar keputusan moral apabila mempunyai prinsip ”Dalam bertindak maka kita harus selalu memperlakukan umat manusia, baik diri sendiri maupun orang lain, sebagai tujuan pada dirinya sendiri, bukan sebagai alat atau sarana”. Prinsip ini memeberitahukan bahwa kita tidak boleh menjadikan diri sendiri ataupun orang lain sebagai alat. Prinsip ini menitikberatkan pada orientasi pengambilan keputusan sehingga  menganggap kebaikan yang paling benar adalah keputusan yang berorientasi untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Keputusan yang berorientasi kepada kepentingan atau berorientasi kepada keuntungan tidaklah memenuhi kriteria sebagai keputusan yang bermoral.
Contoh kasusnya dapat kita lihat pada kasus pencurian kayu yang dilakukan seorang ibu terhadap anaknya. Jika melihat kasus ini kita harus jeli melihat mana keputusan yang harus kita ambil. Apakah kita harus memproses pidana ibu itu karena telah melakukan pidana, atau kita kita harus melepas ibu itu dengan pertimbangan moral? Jika kita serta merta memproses pidana dan menahan orang tua itu maka kita perilaku kita menunjukkan bahwa kita menegakkan hukum, dan memenjarakan semua pelanggar hukum (termasuk orang tua itu) merupakan salah satu sarana demi tegaknya hukum. Perbuatan itu benar secara kaidah hukum, tapi apakah benar menurut kaidah moral?

(3) Otonom. Prinsip ketiga yang membuat sebuah keputusan disebut sebagai keputusan bermoral adalah prinsip otonom yang berprinsip: “Bertindaklah sedemikian rupa dimana kehendak dari dirimu sendirilah yang menentukan tindakan tersebut”. Maksud dari prinsip ini adalah semua tindakan yang kita lakukan harus murni karena kehendak dan keinginan kita sendiri, bukan karena pengaruh dari orang lain. Karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai pertimbangan rasional untuk menciptakan kaidah yang universal. Keputusan yang mengikuti kehendak dan pengaruh orang lain tidak menerapkan prinsip otonom ini.

Contohnya sering terjadi pada rekan-rekan yang berdinas di reserse. Sering kali dalam menangani sebuah kasus ada intervensi yang datang dari berbagai pihak (politisi, pengusaha, dan pimpinan Polri). Apabila kita mendasarkan norma politik, maka kita seharusnya mempertimbangkan keputusan yang kita ambil dengan kondisi politik yang ada dan akibat politiknya menurut lingkungan sekitar. Namun apakah menggunakan norma politik dalam mengambil keputusan adalah tindakan yang benar? jawabannya adalah belum tentu. Dalam mengambil keputusan kita harus menggunakan prinsip otonom sehingga keputusan kita memenuhi syarat moral.  Langkah yag kita lakukan harus  independen dalam menentukan langkah penanganan perkara. Kita tidak boleh ikut bahkan terpaksa ikut terhadap pihak lain yang mengintervensi. Tentunya dalam menentukan langkah mana yang baik kita harus melakukan pertimbangan rasional terhadap fakta perkara tersebut.

Komentar

Postingan Populer