Teori Pemolisian Masyarakat (Community Policing)
Pemolisian masyarakat (community policing) adalah sebuah usaha
kolaboratif antara polisi dan komunitas yang mengidentifikasi permasalahan dari
pelanggaran dan kejahatan dengan melibatkan semua elemen dari masyarakat untuk
mencari solusi dari permasalahan tersebut. Pemolisian masyarakat berangkat dari
adagium bahwa polisi tidak dapat sendirian mengontrol kejahatan dan pelanggaran
serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Community Policing Consortium, 1994).
Community Policing
Consortium (1994: 4) lebih lanjut menjelaskan bahwa pemolisian masyarakat juga
memperluas peran polisi lebih luas dari hanya sekedar membasmi kejahatan,
menuju kepada menjaga ketertiban dan mengusahakan peningkatan kualitas hidup
masyarakat. Tujuan dari pemolisian
masyarakat adalah untuk mengurangi kejahatan dan pelanggaran, meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, mengurangi rasa ketakutan akan kejahatan (fear of crime), dan meningkatkan
hubungan antara polisi dan masyarakat.
Community Policing
Consortium (1994) mengatakan bahwa pemolisian masyarakat terdiri dari dua
komponen utama yaitu kemitraan dan pemecahan masalah. Dijelaskan lebih lanjut
dua komponen pokok tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Kemitraan
Kemitraan polisi dan masyarakat berangkat dari perkataan Sir Robert Peel
yang mengatakan bahwa "polisi adalah masyarakat dan masyarakat adalah
polisi" (Braiden, 1992). Pernyataan ini merefleksikan kunci dari pemolisian
masyarakat itu sendiri dimana polisi tidak seharusnya terpisah dari masyarakat,
namun bergabung sebagai mitra masyarakat. Gagasan utamanya adalah bahwa polisi
tidak dapat sendirian melakukan tugas mengontrol kejahatan dan pelanggaran.
Dengan adanya pemolisian masyarakat, polisi dan masyarakat diharapkan dapat
saling bekerjasama menghasilkan masyarakat yang aman dan sehat (Parks, 1981). Karenanya,
hubungan kemitraan itu harus dan dapat mendorong masyarakat untuk ikut merasa
bertanggung jawab dengan lingkungannya.
Mewujudkan dan memelihara kepercayaan antara polisi dan masyarakat
adalah tujuan utama kemitraan dalam pemolisian masyarakat. Untuk mengembangkan
kemitraan, polisi harus mengembangkan hubungan yang baik dengan masyarakat,
harus mengikutsertakan komunitas dalam tugas menjaga dan mengontrol kejahatan,
dan harus menyatukan sumber dayanya dengan masyarakat untuk mengatasi masalah
yang dianggap paling penting oleh komunitas (Community Policing Consortium,
1994: 13).
Langkah-langkah tersebut akan membantu mengembangkan kepercayaan antara
polisi dan masyarakat. Kemudian dari kepercayaan tersebut polisi akan
mendapatkan akses yang lebih besar kepada informasi berharga dari masyarakat
yang dapat berkontribusi kepada pencegahan kejahatan, dapat memberikan bantuan
yang diperlukan dalam proses pengontrolan kejahatan, serta membuka kesempatan
kepada petugas untuk mewujudkan hubungan kerja dengan masyarakat. Community
Policing Consortium (1994) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam community policing, polisi berperan
sebagai pendorong dan fasilitator dalam pengembangan masyarakat. Karena itu,
hubungan kolaboratif antara polisi dan masyarakat harus selalu dijaga untuk
mendorong dan menjaga kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.
b.
Pemecahan masalah
Komponen utama kedua dari community
policing adalah sebuah pemecahan masalah yang dilakukan secara
bersama-sama. Menurut Community Policing Consortium (1994:13) pemecahan masalah
dalam pemolisian masyarakat adalah sebuah proses yang dimulai dengan
mengidentifikasi permasalahan komunitas yang utama kemudian mencari solusi dari
masalah tersebut.
Herman Goldstein, bapak dari problem-oriented
policing (POP) menjelaskan:
Smarter policing in this country requires a
sustained effort within policing to research substantive problems, to make use
of the mass of information and data on specific problems accumulated by
individual police agencies, to experiment with different alternative responses,
to evaluate these efforts and to share the results of these evaluations with
police across the nation.
Artinya
bahwa langkah pemolisian yang tepat di negeri ini membutuhkan sebuah usaha
pemolisian yang berkelanjutan untuk mencari permasalahan substansial,
menggunakan media informasi massal dan data spesifik atas permasalahan yang
dikumpulkan oleh institusi kepolisian, untuk diaplikasikan kepada beberapa
alternatif penyelesaian masalah, kemudian mengevaluasi hasilnya dan kemudian
membagi hasilnya kepada jajaran kepolisian di seluruh negeri. (Goldstein, 1993:
5)
Langkah-langkah
POP yang diajarkan oleh Goldstein tersebut kemudian dikenal dengan 4 (empat)
langkah scanning, analysis, respons, dan
assessment (Eck and Spelman, 1987).
1) Scanning merupakan tahap menentukan fenomena mana yang menjadi permasalahan di masyarakat.
Goldstein (1990 : 66) lebih lanjut menjelaskan bahwa permasalahan tidak
dipandang sebagai sebuah insiden tunggal namun lebih kepada sekelompok insiden
yang sejenis, terkait, atau pengulangan insiden yang menjadi perhatian
masyarakat atau unit kerja kepolisian tertentu.
2) Analysis adalah langkah yang dilakukan oleh kepolisian dan masyarakat untuk menganalisa
secara mendalam sampai kepada akar permasalahan. Analisa ini dilakukan secara
mendalam yang mencakup lokasi, karakter pelaku, dan penyebab permasalahan
tersebut Goldstein (1990 : 98).
3) Respons adalah upaya yang dilakukan setelah permasalahan telah secara jelas
ditentukan dan dianalisis. Langkah ini terdiri dari penentuan alternatif
tindakan solutif terbaik yang didasarkan pada hasil analisis sebelumnya. Langkah
respons diikuti dengan menentukan
target yang akan dicapai dalam penyelesaian masalah dan tindakan selanjutnya
dari alternatif yang telah diambil.
4) Assesment yaitu langkah evaluasi terhadap proses dan hasil implementasi langkah
penanganan. Evaluasi proses berarti menganalisa apakah langkah respon yang
dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan, sedangkan evaluasi hasil
berarti menilai apakah langkah respon tersebut efektif untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi (Eck, 2002).
Pemecahan
masalah yang dimaksudkan di dalam pemolisian masyarakat bukan hanya sekedar
merespon terjadinya kejahatan pada masyarakat, namun menyelesaikan permasalahan
yang sebenarnya terjadi yang mendasari terjadinya insiden. Perlu dipahami bahwa
insiden berbeda dengan permasalahan. Sebuah insiden timbul akibat tidak terselesaikannya
masalah di dalam masyarakat. Pemecahan masalah sangat penting dilakukan untuk
mencapai pencegahan kejahatan yang efektif. Dengan sarana ini maka polisi tidak
akan selalu merespon kepada kejadian di tempat yang sama secara berulang-ulang
karena mereka menekan atau menyelesaikan permasalahan yang berada di balik
kejadian tersebut.
Kemampuan
polisi untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat inipun meningkat apabila
polisi bekerjasama dengan masyarakat, komunitas, dan lembaga swadaya lainnya.
Masyarakat dapat membantu mengumpulkan informasi penting untuk menentukan
lingkup permasalahan yang harus mendapat prioritas penanganan (Eck dan Spelman
1987). Masyarakat kemudian ikut dalam berusaha bersama polisi untuk
mengidentifikasi dan mengimplementasikan alternatif penyelesaian masalah yang
cocok.
Komentar
Posting Komentar