Teori Pencegahan Kejahatan Situasional (Situational Crime Prevention)


Karena penelitian ini akan membahas strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik, maka penulis merasa perlu membahas pendekatan situational crime prevention secara lebih mendalam. Situational crime prevention pada dasarnya lebih menekankan bagaimana caranya mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan, terutama pada situasi, tempat, dan waktu tertentu. Pendekatan ini mencoba melakukan pencegahan kejahatan dengan cara membuat target menjadi kurang memiliki nilai serta meningkatkan resiko dan usaha untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian, seorang pencegah kejahatan harus memahami pikiran rasional dari para pelaku.
Pendekatan ini memiliki tiga indikator untuk menentukan definisinya, yaitu:
1.    Diarahkan pada bentuk-bentuk kejahatan yang spesifik. 

2.    Melibatkan manajemen, desain atau manipulasi keadaan lingkungan sekitar dengan cara 
yang sistematis. 

3.    Menjadikan kejahatan sebagai suatu hal yang sulit untuk terjadi, mengkondisikan bahwa 
kejahatan yang dilakukan akan kurang menguntungkan bagi pelaku. (Clarke, 1997)
Alih-alih melakukan pencegahan kejahatan secara global, pendekatan ini memilih untuk menfokuskan pendekatannya kepada situasi tertentu yang berpotensi mendukung terjadinya kejahatan. Clarke kemudian mengembangan beberapa penelitian tentang situational crime prevention disertai dengan penyajian data yang sistematis untuk melengkapi penelitiannya. Sejalan dengan perkembangannya, dewasa ini setidaknya ada 25 kategori pendekatan situtional crime prevention dan mungkin lebih dari 200 kasus penelitian (Cornish & Clarke, 2003). 
Situational crime prevention pada dasarnya mencari cara yang sederhana untuk mengurangi kejahatan melalui tiga langkah umum:
1.    Membuat desain keamanan,
2.    Mengorganisasi prosedur yang efektif, yaitu melalui serangkaian upaya perencanaan dan penggunaan prinsip-prinsip manajemen,
3.    Mengembangkan produk yang aman, yaitu menciptakan produk yang sulit dicuri atau disalahgunakan. (Clarke & Newman, 2005)
Cornish dan Clarke, R. V. kemudian mengembangkan 25 teknik pencegahan melalui pengurangan kesempatan berbuat kejahatan. Teknik ini diarahkan untuk mencegah kejahatan yang lebih spesifik daripada mencegah kejahatan secara umum.
Semua 25 teknik tersebut tidak semuanya cocok untuk berbagai situasi kejahatan. Kerangka teknik ini harus digunakan disesuaikan dengan jenis kejahatan yang ingin dicegah melalui identifikasi karakter dan situasi yang berpengaruh. Berangkat dari  identifikasi karakter kejahatan dan situasi yang mendukung, upaya pencegahan kejahatan secara situsional bertujuan untuk menciptakan suatu desain kondisi yang dapat menangkal kejahatan. Desain penangkalan kejahatan terkadang hanya berkaitan dengan pemikiran sederhana tentang "target hardening" , namun lebih luas lagi mencakup beberapa teknik yang dapat mereduksi faktor-faktor pendukung terjadinya kejahatan.

Tabel 2.1   25 (dua puluh lima) Teknik Pencegahan Kejahatan Situasional
Sumber: Cornish, D. B. and Clarke, R. V. (2003), Opportunities, precipitators and criminal decisions: A reply to Wortley’s critique of situational crime prevention, in Smith, M. and Cornish, D. B. (eds) Theory for Situational Crime Prevention, Crime Prevention Studies Vol. 16, Criminal Justice Press, Monsey, New York.

a.    Meningkatkan usaha (Increase the effort) yang meliputi serangkaian upaya yang harus dilakukan sehingga meningkatkan usaha yang diperlukan pelaku untuk melakukan suatu kejahatan. Tujuannya adalah agar pelaku  tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk berbuat jahat atau mempersempit waktu yang memungkinkan untuk berbuat kejahatan.  Ilustrasinya, apabila kejahatan meretas sistem perbankan adalah sesuatu yang mudah maka semua orang akan dapat melakukannya. 
1.    Memperkuat sasaran (target hardening) yang berarti memasukkan penghalang fisik, teknik, dan administratif pada objek sebelum kejahatan itu terjadi. Dengan memberikan beberapa lapisan penghalang sebelum mencapai target, maka kejahatan akan semakin sulit dilakukan.
2.    Mengendalikan akses menuju fasilitas (control access to facilities) termasuk juga ke dalam jaringan atau sumber daya yang dapat menjadi target kejahatan. Contohnya adalah penggunaan CCTV, pemasangan pagar, dan mengadakan penjaga.
3.    Mengawasi pintu keluar (screen exits) dari setiap subjek yang telah memasuki fasilitas atau jaringan. Ilustrasi adalah sesederhana dengan mempunyai penjaga di pintu keluar ruangan.
4.    Menjauhkan pelaku dari target (deflect offender) dengan mengurangi intensitas pelaku dan target bertemu dalam situasi yang memungkinkan terjadinya kejahatan yang sama. Contohnya adalah memisahkan kamar mandi laki-laki dan perempuan.
5.    Mengendalikan peralatan / senjata yang digunakan pelaku (control tools/weapons). Contohnya adalah dengan memberikan identitas dalam nomor panggilan sehingga dapat mengarah kepada pengurangan kejahatan yang berhubungan dengan telefon.
b.    Meningkatkan resiko (increase the risk) dalam berbuat jahat. Resiko disini termasuk resiko untuk tertangkap, resiko kegagalan, resiko kehilangan barang yang didapatkan dari kejahatan, dan resiko lainnya. Resiko untuk dapat terdeteksi sebagai pelaku kejahatan juga termasuk, contohnya adalah pengenalan identitas pengaksesan internet, identitas telfon pelaku, lokasi GPS, dan identitas lainnya. Lebih jauh lagi resiko ini dapat ditingkatkan dengan langkah-langkah pengawasan baik secara terbuka ataupun tertutup oleh penjaga.
1.    Memperluas penjagaan (extend guardianship) dari objek yang dilindungi. Menyediakan sistem alarm yang otomatis menghubungi polisi adalah salah satu contohnya.
2.    Membantu pengawasan alamiah (assist natural surveillance), contohnya melalui metode CPTED (Crime Prevention Through Environmental Design). Dalam kejahatan melalui media elektronik, pengelolaan lingkungan ini dapat diterjemahkan dengan merancang desain sistem akses yang dapat dipercaya, menampilkan identitas produk, pola transaksi yang dapat dimonitor, dan keamanan jaringan yang baik.
3.    Mengurangi anonimitas (reduce anonymity) dari pelaku kejahatan. Anonimitas memang merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari dalam penggunaan internet secara luas. Namun hal itu dapat disiasati dengan memberikan identitas pada barang atau identitas pada penjual barang yang menggunakan sarana internet.
4.    Memberdayakan manajer lokasi (utilize place managers) yang bertanggungjawab dalam hal pengawasan. Pemilik dari sistem komunikasi dapat diberikan tanggungjawab untuk menyediakan fungsi pengawasan dalam sistemnya.
5.    Memperkuat pengawasan formal (strengthen formal surveillance) oleh polisi, penjaga keamanan, dan pihak yang bertanggungjawab dalam keamanan jaringan komunikasi. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti CCTV, perangkat lunak yang memiliki algoritma pendeteksian  kejahatan, dan instrumen lainnya.
c. Mengurangi imbalan (reduce the rewards) yang didapat sebagai hasil melakukan kejahatan. Misalnya dengan menciptakan desain telefon genggam yang dapat dimatikan secara permanen apabila barang tersebut hilang dicuri. Hal ini akan menurunkan kemanfaatan dari berbuat jahat, karena jika barang tersebut yang tidak bisa digunakan maka nilai dari barang tersebut akan otomatis berkurang.
  1. Menyembunyikan target (conceal targets) dapat mengurangi kemanfaatan dari pelaku. Produk harus dapat dengan mudah digunakan dan diakses oleh konsumen, namun tidak memberikan banyak informasi bagi calon pelaku untuk melakukan kejahatan.
  2. Memindahkan target (remove target) dari tempat yang memungkinkan terjadinya kejahatan. Hal ini bukan berarti menyembunyikan target secara seluruhnya, namun hanya menyediakan produk tersebut pada waktu yang seharusnya.
  3. Memberikan identitas pada benda (identify property). Identifikasi yang baik terhadap produk dapat mempermudah pengawas untuk melacak produk, melacak lokasi pelaku kejahatan, dan juga meningkatkan kesadaran pemilik akan barang yang dimilikinya.
  4. Mengganggu pasar (disrupt markets) yang digunakan untuk menjual barang hasil kejahatan untuk mengurangi kemanfaatannya dan juga meningkatkan resikonya.
  5. Mencegah keuntungan yang akan diperoleh pelaku (deny benefits). Produk dan pelayanan yang sulit dijual dalam pasar akan mengurangi kemanfaatan dari aktivitas kejahatan.
d. Mengurangi provokasi (reduce provocations) yang langkah-langkahnya meliputi:
1.    Mengurangi frustasi dan stres (reduce frustrations and stress) yang merupakan faktor utama penyebab kejahatan yang berhubungan dengan kekerasan.
2.    Mencegah munculnya pertengkaran (avoid disputes) diantara subjek.
3.    Mengurangi rangsangan emosional (reduce emotional arousal) yang berujung pada terjadinya kejahatan.
4.    Menetralisir tekanan rekan (neutralize peer pressure) yang berujung pada kerjasama atau mendorong individu untuk berbuat jahat.
5.    Mencegah imitasi (discourage imitation). Publikasi dapat mempengaruhi seseorang untuk meniru kejahatan.
e. Menghilangkan alasan (remove excuses) yang melegalkan orang untuk  berbuat jahat. Hal ini dapat dilakukan secara sederhana yaitu dengan mengingatkan bahwa beberapa tindak merupakan tindakan yang dilarang oleh hukum. Contohnya adalah kata-kata yang terdapat pada halaman awal buku yang menyatakan bahwa pembajakan merupakan sesuatu yang ilegal dan dilarang oleh hukum.
1.    Membuat aturan (set rules) tentang perilaku yang diperbolehkan dan juga pemberitahuan bahwa pelanggaran terhadap peraturan akan mendapat konsekwensi hukum yang sepadan.
2.    Menempatkan rambu-rambu larangan maupun perintah (post instruction) yang memberitahukan dengan jelas perbuatan yang diperbolehkan dan dilarang oleh hukum yang berlaku. Membuat seseorang paham akan dilarangnya suatu tindakan akan mendorong mereka untuk tidak berbuat salah.
3.    Meningkatkan kesadaran (alert conscience) akan fakta bahwa suatu perbuatan merupakan perbuatan yang dilarang.
4.    Membantu mewujudkan kepatuhan (assist compliance) dengan cara membantu seseorang untuk menemukan jalan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara legal sehingga mereka tidak mencari jalan alternatif dengan cara melanggar peraturan.
5.    Mengendalikan peredaran narkoba dan alkohol (controlling drugs and alcohol). (Cornish dan Clarke, 2003)

Penulis menggunakan teori situational crime prevention dari Clarke untuk menganalisa strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektornik yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan selanjutnya memberikan rekomendasi strategi pencegahan kejahatan yang ideal berdasarkan 25 teknik pencegahan kejahatan dari Clarke.

Komentar

  1. saya sudah kaya mas, ga perlu pesugihan.. alhamdulillah. Sampeyan mau?

    BalasHapus
  2. mohon pencerahan mengenai buku teori pencegahan kejahatan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer