Konsep Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik
Media Elektronik
Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2005
: 726) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, media diartikan sebagai perantara/
penghubung yang terletak antara dua pihak, atau sarana komunikasi seperti
koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk. Sedangkan
elektronik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai alat yang dibuat
berdasarkan prinsip elektronika atau benda yang menggunakan alat-alat yang
dibentuk atau bekerja atas dasar elektronika (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005 : 294).
Menurut Mc Luhan dalam Morissan (2003 : 490) media elektronik memiliki
ciri sebagaimana pecakapan lisan yang bersifat segera dan singkat yang berarti penerimaan
informasi dan reaksi yang diberikan bersifat segera dan singkat. Namun perbedaannya
terletak pada tempat dimana pada era
elektronik tidak terikat pada tempat karena pesan dapat dikirimkan secara
elektronis. Contoh pemanfaatan media elektronik bagi komunikasi adalah
penggunaan televisi, radio, kaset rekaman, gambar foto, mesin penjawab,
telepon, blog, dan email.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dimengerti bahwa media
elektronik merupakan sarana penghubung/ perantara yang dibuat menggunakan
prinsip elektronika, yang terletak diantara dua pihak, yang dapat digunakan
untuk menyalurkan informasi diantara kedua pihak tersebut dengan karakteristik
penyampaian informasi dan reaksi yang singkat. Adapun yang termasuk dalam media
elektronik adalah komputer, televisi, telefon genggam, radio, laptop, dan
lain-lain. Koran, majalah, dan spanduk tidak termasuk ke dalam kelompok media
elektronik karena ketiga media tersebut tidak dibuat berdasarkan prinsip
elektronika seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tindak Pidana Penipuan
Istilah tindak pidana
berasal dari bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit,
namun demikian belum ada konsep yang secara utuh menjelaskan definisi
strafbaarfeit. Oleh karenanya masing-masing para ahli hukum memberikan arti
terhadap istilah strafbaarfeit
menurut persepsi dan sudut pandang mereka masing-masing.
Menurut Moeljatno (1987 : 54) tindak pidana (strafbaar feit) adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Selanjutnya
Sesilo Soesilo (1984:6) mendefinisikan bahwa tindak pidana adalah perbuatan
yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau
diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan akan diancam
dengan pidana.
Selanjutnya Tresna (1959)
menyatakan walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang
tepat perihal peristiwa pidana, namun Tresna menarik suatu definisi yang
menyatakan bahwa, “peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian
perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan
penghukuman”
Selanjutnya Simmons dalam
Tresna (1959) mengungkapkan bahwa tindak pidana harus memiliki beberapa unsur
antara lain:
1. Harus ada perbuatan manusia.
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan umum.
3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus
dapat dipertanggung jawabkan.
4. Perbuatan itu harus melawan hukum.
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya didalam
undang-undang.
Berdasarkan beberapa pendapat
para ahli tersebut, maka tindak pidana dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan
yang melanggar suatu aturan hukum yang berlaku dimana dengan melakukan
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut pelaku dapat dikenakan sanksi. Di
dalam sistem hukum Indonesia, perbuatan yang termasuk sebagai tindak pidana
harus dinyatakan sebelumnya oleh undang-undang yang sah. Untuk dapat menjatuhkan
pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana, maka sebelumnya harus
terdapat peraturan yang melarang
perbuatan pidana tersebut. Perlakuan tersebut disebut sebagai asas
legalitas yang terdapat dalam pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
yang berbunyi: ”Suatu peristiwa pidana tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan
kekuatan pertentuan perundang-undangan pidana yang telah ada di KUHP".
Asas legalitas yang
menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya asas ini lebih dikenal dalam bahasa latin nullum
delictum nulla poena sine praevia lege punalle (tidak ada delik, tidak ada
pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Ucapan tersebut berasal dari Von Feurbach, sarjana hukum pidana
Jerman. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah bahwasanya tidak semua
perbuatan melanggar aturan hukum pidana karena ada ranah aturan hukum lainnya
seperti hukum perdata, hukum ketatanegaraan dan hukum tata usaha pemerintah.
Berkaitan dengan
penelitian ini maka tindak pidana yang dimaksud adalah tindak pidana penipuan
melalui media elektronik. Penipuan berasal dari kata tipu. Kamus Besar Bahsa
Indonesia menjelaskan tipu sebagai perbuatan atau perkataan yang tidak jujur
(bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,
atau mencari untung. Seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan mengatakan
yang tidak sebenarnya kepada orang lain tentang suatu berita, kejadian,
pesan dan lain-lain yang dengan maksud-maksud tertentu yang ingin dicapainya
berarti telah melakukan tindakan penipuan.
Tindak pidana penipuan
tercantum dalam pasal 378 KUHP berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hak, mempergunakan nama palsu atau sifat
palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau susunan kata-kata bohong,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan suatu
perjanjian hutang atau meniadakan suatu piutang, karena salah telah melakukan
penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Mengenai tindak pidana penipuan
pada Pasal 378 KUHP, Soesilo kemudian merumuskan beberapa hal terkait penipuan sebagai
berikut :
1.
Kejahatan dalam pasal 378 KUHP dinamakan sebagai kejahatan penipuan.
Penipu itu pekerjaannya :
a.
Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan
piutang.
b.
Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan melawan hak.
c.
Membujuknya itu dengan memakai :
1) Nama
palsu atau keadaan palsu
2) Akal
cerdik (tipu muslihat) atau
3) Karangan
perkataan bohong
2.
Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang,
sehingga orang itu menurutnya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk
perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.
3.
Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus
kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri,
juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen lain dipenuhinya.
Tindak pidana penipuan yang dimaksud dalam pasal 378 KUHP tersebut masih
merupakan tindak pidana penipuan secara umum dan dalam pasal tersebut tidak
terdapat pembatasan penggunaaan perangkat tertentu dalam melaksanakan
perbuatannya.
Kejahatan Penipuan
Melalui Media Elektronik
Berdasarkan dua pengertian
media elektronik dan tindak pidana penipuan di atas, maka kita dapat memahami
bahwa kejahatan penipuan melalui media elektronik adalah sebuah kejahatan, yang
mempergunakan nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat
atau susunan kata-kata bohong, untuk menggerakan orang lain untuk menyerahkan
suatu benda atau mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu
piutang, yang mempergunakan media elektronik sebagai sarana komunikasi antara
pelaku dan korban.
Salah satu kejahatan
penipuan melalui media elektronik adalah penipuan menggunakan internet. Dijelaskan
dalam jurnal internasional Travis C.
Pratt, Kristy Holtfreter , dan Michael D. Reisig pada tahun 2010 yang berjudul Routine Online Activity and Internet Fraud
Targeting: Extending the Generality of Routine Activity Theory bahwa The Federal Investigation Bureau (FBI) (2001) mendefinisikan
penipuan internet sebagai:
...any fraudulent scheme in which one or more components of the
Internet, such as web sites, chat rooms, and e-mail, play a significant role in
offering non-existent goods or services to consumers, communicating false or
fraudulent representations about the schemes to consumers, or transmitting
victims’ funds, access devices, or other items of value to the control of the
scheme’s perpetrators.
sebuah skema penipuan di
dalam satu atau lebih komponen internet, seperti situs internet, ruang obrolan,
dan email, memberikan peran yang penting dalam menawarkan barang atau jasa yang
sebenarnya tidak ada kepada konsumen, berkomunikasi secara tidak benar atau
mengandung bentuk tipu muslihat kepada konsumen, atau memindahkan dana korban,
alat pengakses, atau barang lainnya ke dalam penguasaan dari pelaku.
Dari definisi di atas, penipuan internet mempunyai pengertian yang tidak
jauh berbeda dengan penipuan biasa, hanya saja penipuan internet menggunakan
satu atau lebih komponen internet, seperti situs internet, ruang obrolan, atau
email.
Komentar
Posting Komentar