ANALISA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN POLMAS DI POLSEK METRO TAMANSARI



1. PENDAHULUAN
Polisi adalah sebuah institusi pemerintah yang bergerak di bidang keamanan dan ketertiban dalam negeri. Dalam perkembangannya model perpolisian berubah dari waktu ke waktu dari polisi yang berparadigma kekuasaan menjadi polisi yang berparadigma masyarakat. Dahulu tugas polisi dijabarkan sebagai Bureaucratic Policing atau ‘Perpolisian Birokratik’ ditandai antara lain oleh kiprah polisi yang sifatnya impersonal, hirarkis, otoritatif, dan tersentralisasi. Era gaya perpolisian birokratik pada akhirnya tidak dapat diterima dengan baik.
Kemudian pada tahun 1840-an hingga 1930-an mulailah era Political Policing yang  dicirikan oleh hadirnya pengaruh politis yang substansial dalam segala lini tugas kepolisian dimana ada campur tangan kepentingan politik dalam penyelenggaraan perpolisian yang menyebabkan polisi dianggap sebagai salah satu alat kekuasaan. Pada era ini masyarakat menganggap polisi mendapat pengaruh politis yang berlebihan, tidak efektiv dalam melaksanakan tugas, dan merupakan salah satu perwujudan aparat yang korup.
Mengatasi permasalahan di era political policing dimana polisi dianggap sebagai alat kekuasaan, kemudian dikembangkanlah era Legalistic Policing. Perpolisian model ini menerapkan prinsip organisasi klasik serta penegakan hukum yang ketat yang membuat polisi hanya sebagai alat penegakkan hukum formal semata. Gaya perpolisian ini kemudian juga tidak dapat mengambil hati masyarakat karena polisi dinilai sebagai sebuah mesin yang menjalankan hukum secara "text book"  dan kaku. Kemudian untuk memperbaiki era legalistik yang kaku maka dimasukilah era  Service Policing yang pengaruhnya mulai dirasakan sejak tahun 1960-an. Pada era ini  hubungan antara polisi dan masyarakat mulai coba didekatkan dan menghindari jarak. Pada era ini kinerja polisi lebih ditekankan pada community relations serta pencegahan tindak kriminal.
Selain jalur di atas, ada juga gaya Paramilitary Policing yang  ditandai dengan pendekatan militeristik dan otoriter terhadap penegakan hukum. Pada gaya ini polisi sering bersikap dingin, keras dan tanpa menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Gaya tersebut dianggap sebagai modal utama dalam menuju profesionalisme polisi, namun anggapan itu terbukti salah karena gaya perpolisian tersebut justru semakin menjauhkan polisi dari masyarakat. Gaya paramilitary policing ini dianut oleh Indonesia di masa Orde Baru dimana polisi merupakan bagian dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Pada masa-masa tersebut, banyak permasalahan muncul terutama dalam hubungan polisi dan masyarakat. Berbagai permasalahan dan persepsi yang timbul di masyarakat terhadap polisi ini kemudian menjauhkan hubungan masyarakat dan polisi yang muaranya mengakibatkan menurunnya citra Polisi dimata publik. Melihat hal ini tidak sedikit pakar yang kemudian merasa rindu kepada suasana harmoni antara polisi dan masyarakat dulu. Masa dimana polisi hadir di tengah masyarakat karena masyarakat membutuhkan kehadiran polisi untuk menjaga kehidupannya. Kemudian para pemerhati kepolisian mencoba untuk merubah paradigma itu dan membawa suasana demokratik policing dalam kehidupan Polri dan masyarakat Indonesia. Dari sana berkembanglah beberapa paradigma perpolisian seperti Problem Oriented Policing, Community Based Policing (CBP), Community Oriented Policing, dan Community Policing.
Community policing adalah suatu strategi perpolisian dimana masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dilibatkan  dalam berbagai kegiatan kepolisian untuk mencapai tujuan kepolisian yaitu mewujudkan public safety, dan pelaksanaannya dapat dilakukan bersama atau atas nama polisi. Polisi dalam paradigma community policing mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa keamanan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan oleh karena itu masyarakat didorong untuk aktiv dalam upaya menjaga keamanan tersebut. Community policing juga memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa dalam menangani masalah keamanan ini akan lebih maksimal pelaksanaannya apabila dilakukan hubungan yang kolaboratif dan konsultatif antara polisi, berbagai kelompok masyarakat, dan institusi publik maupun swasta.
Namun, perpolisian yang berparadigma masyarakat tidak dapat lepas dari sistem budaya yang ada dalam masyarakat tersebut. Jika polisi hadir sebagai sebuah sistem sosial yang berfungsi untuk menjaga sistem budaya tersebut maka corak dari perpolisian ini tidak dapat lepas dari corak sistem budaya masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, segala paradigma itu teramalgamasikan dengan sistem budaya masyarakat  Indonesia dan membentuk sebuah paradigma perpolisian baru yang bersifat Indonesiais yang disebut Polmas. Jadi penulis tegaskan kembali disini bahwa Polmas bukan merupakan community policing, Polmas adalah Community Policing as Democratic Policing yang bersifat Indonesia.
Polmas memegang peranan penting dalam mensukseskan tujuan kepolisian yaitu mewujudkan public safety karena dewasa ini permasalahan dalam kamtibmas semakin membesar dan multibidang. Sedangkan negara sebagai fungsi eksekutif mempunyai keterbatasan dalam mendukung pelaksanaan tugas Polri. Keterbatasan inilah yang harus disiasati oleh Polri sehingga tujuan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban di masyarakat tetap terwujud. Cara mensiasatinya menurut penulis adalah dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan tersebut. Sesuai dengan salah satu unsur utama polmas yaitu partisipasi masyarakat.
Melihat karakteristik masyarakat yang sangat beragam dan aktivitas yang selalu ramai selama 24 jam, penulis merasa perlu melihat dan meninjau pelaksanaan Polmas di wilayah hukum Polsek Metro Tamansari. Lokasi ini dipilih karena menurut berita yang berkembang pelaksanaan Polmas di Polsek Metro Tamansari merupakan salah satu yang berhasil di wilayah Polda Metro Jaya. Dengan melakukan kunjungan ini maka penulis berharap dapat mengetahui gambaran nyata pelaksanaan Polmas di wilayah Polsek Metro Tamansari dan menganalisanya sehingga dapat dijadikan bahan masukan untuk pengambil kebijakan level pimpinan Polri.

2. LANDASAN KONSEPTUAL
Untuk membahas topik di atas penulis akan menggunakan  beberapa konsep dan teori yang ada dalam Polmas, antara lain:
A. Konsep Polmas
Prof. Erlyn Indarti mengatakan bahwa Polmas adalah “Suatu pemahaman atau gagasan tentang perpolisian yang memposisikan polisi, sebagai producer-fasilitator, dan masyarakat, sebagai co-producer-aktor, di dalam suatu relasi kemitraan sejajar, untuk kemudian melalui proses demokrasi; dengan bertumpu pada partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas publik; seraya menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia; sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kesepakatan yang berlaku; serta secara kontekstual dan sinergis― memecahkan permasalahan yang muncul di tengah masyarakat dalam rangka bersama-sama mewujudkan tujuan kepolisian.” 
B. Teori
1.) Teori keterbatasan negara
Adam Crawford mengatakan : The current limitations of the state stem from a fourfold crisis of effectiveness, efficiency, cost and confidence in the criminal justice process. Teori ini menyatakan bahwa pergeseran paradigma perpolisian harus dilakukan karena adanya keterbatasan negara di bidang (1) crisis of effectiveness, (2) efficiency,(3) cost and (4) confidence dalam proses peradilan pidana.
2.) Routine Activities Theory
Kejahatan akan terjadi bila terjadi pertemuan antara 3 faktor kejahatan yaitu adanya calon pelaku yang termotivasi (motivated offender); adanya sasaran yang menarik (suitable target) dan ketiadaan penjaga yang berkemampuan (uncapable guardian).
3.) Strain Theory.
Strain Theory dikemukakan oleh Robert Merton yang mengajarkan bahwa akan timbul ketegangan ketika tercipta suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhannya dalam cara-cara yang secara lazim diperbolehkan oleh lingkungannya. Maksudnya bahwa apabila tidak ada atau tidak tersedia sarana (means) yang legal untuk orang bisa mencari nafkah (menggapai keberhasilan material) maka bukan tidak mungkin, akan ada sejumlah orang yang melakukan kejahatan (melawan hukum).

3. TEMUAN LAPANGAN
Polsek Metro Taman Sari adalah salah satu polsek di jajaran Polres Metro Jakarta Barat yang letaknya di pusat perekonomian Jakarta. Di daerah tersebut banyak terdapat pusat perbelanjaan, perkantoran, dan pemukiman. Di Tamansari ini kehidupan hampir tidak berhenti selama 24 jam dikarenakan bervariasinya jenis masyarakat dan kegiatan yang dilakukannya. Polsek Metro Tamansari wilayah hukumnya mencakup 8 kelurahan dan 60 RW. Jumlah anggota Polsek adalah sebanyak 140 orang dimana seharusnya sesuai perencanaan diisi oleh 240 orang. Dengan karakter wilayah yang tidak berhenti selama 24 jam, serta karena adanya kekurangan personil inilah kemudian Polsek Metro Tamansari secara berkelanjutan berupaya mengoptimalkan Polmas sehingga dalam melaksanakan tugasnya dapat terbantu oleh masyarakat  sekitar.
Hal senadapun diutarakan oleh Ketua FKPM Tamansari bapak Wong. Pak Wong mengatakan bahwa kerjasama antara Polsek dan warga ini sudah terbentuk sejak lama. Sejarah kerjasama aktiv masyarakat ini dimulai di tahun 1998. Pada saat terjadilah peristiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu kerusuhan 98'. Pada saat  itu warga Tamansari merupakan warga yang paling terluka karena pada tahun tersebut banyak sekali terjadi penjarahan dan perampokan di wilayah Tamansari. Dengan dasar itulah warga bersama-sama berniat untuk menjaga wilayahnya sendiri dengan tentunya bekerjsama dengan Polsek. Menurut Pak Wong, keamanan itu merupakan kebutuhan warga juga, jadi warga disini melakukan kegiatan Polmas ini dengan penuh kesadaran. Pada saat itu Polmas belum terkenal seperti sekarang ini, namun bentuk kerjasama antara polisi dan masyarakat sudah terbentuk dan hampir sama dengan paradigma Polmas yang dianut Polri saat ini.
Pada saat itu, perwujudan kerjasama antara Polsek dan masyarakat Tamansari tergabung dalam wadah yang disebut Citra Bhayangkara. Pak Yasin Ketua Citra Bhayangkara Polsek Tamansari mengatakan bahwa dulu Citra Bhayangkara sangat sulit berkembang dikarenakan banyaknya etnis, suku dan agama. Namun dengan berjalannya waktu dan atas bimbingan dan dorongan dari anggota Polsek maka sinergitas itu mulai terjadi. Dari Zaman dahulu sinergitas antara Polsek, Koramil dan masyarakat setempat sangat baik dimana dalam menghadapi kejahatan tiga pilar ini sangat kompak dan saling membantu satu sama lainnya. Sampai sekarang dengan hubungan yang baik itu dan manfaat yang sangat dirasakan oleh masyarakat maka banyak anggota yang tertarik untuk menjadi anggita Citra Bhayangkara.

Di Polsek Tamansari kegiatan  FKPM ini sudah berada di lingkup wilayah RT dimana petugas FKPM bersama dengan bhabinkamtibmas mempertemukan pihak yang bermasalah untuk mencari solusi terbaik. Menurut Wong, tujuannya dalam FKPM ini bukan mencari siapa yang salah namun mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Apabila dalam proses mediasi tersebut tidak tercapai kesepakatan barulah petugas membawa permasalahan itu ke Polsek untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari FKPM tentunya membutuhkan dana sebagai pendukungnya. Dana yang digunakan oleh FKPM Tamansari ini tidak ada sama sekali dari bantuan Polsek melainkan dari dana sumbangan dari para donatur dan dana operasional RW yang didapat Pemda DKI. Para anggota FKPM merasa bahwa keamanan merupakan kebutuhan pribadi mereka sehingga mereka dengan sukarela mengupayakan dana tersebut. Salah satu cara FKPM memeperoleh dana  adalah dengan mensosialisaikan program FKPM ini kepada pengusaha-pengusaha di wilayah Tamansari dan terkadang beberapa pengusaha memberikan sumbangsihnya kepada FKPM.
Penulis melihat di Polsek Tamansari ini pemberdayaan masyarakat oleh polisi sangat bagus. Terlihat dari keanggotaan FKPM dan Citra Bhayangkara yang cukup banyak dan dalam kesehariannya aktiv mendukung pelaksanaan tugas kepolisian. Wakapolsek Metro Tamansarti Kompol M. Syafi'i mengataka bahwa Polsek Tamansari mempunyai tingkat penyelesaian perkaranya paling tinggi dibandingkan dengan Polsek lainnya di wilayah Jakarta Barat. Penyelesaian perkara ini ditinjau dari jenis kejahatan Curat, Curas, dan Curanmor. Penyelesaian perkara yang baik ini menurut Wakapolsek tidak terlepas dari peran aktiv anggota Citra Bhayangkara. Jadi pada saat terjadi sebuah kejahatan seperti pencopetan misalnya, kejadian tersebut akan segera  dipancarkan  melalui HT dan dari pancaran HT itulah anggota Citra Bhayangkara dapat memonitor kejadian sehingga secara cepat dapat memberikan feed back apabila ada informasi mengenai kejadian tersebut. Feed back yang diberikan oleh Citra Bhayangkara dalam bentuk informasi pelaku, saksi kejadian, barang bukti, dll. Dengan adanya Citra Bhayangkara yang membantu melakukan tugas polisi maka pelaksnaan tugas kepolisian Polsek Tamansari menjadi lebih ringan dan lebih efektiv.
Pada awalnya Citra Bhayangkara tidak mempunyai perangkat seperti rompi dan HT (handy talky) yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi keamanan wilayah, namun salah satu anggota Citra Bhayangkara yang kebetulan juga menjabat sebagai ketua RW menggunakan dana operasional keamanan RW untuk membeli HT bekas sehingga dapat digunakan bagi anggota Citra Bhayangkara. Sekarang di wilayah RW tersebut sudah ada 26 Citra Bhayangkara dan semuanya mempunyai HT. Dengan kerjasama dan bimbingan dari Polsek, anggota Citra Bhayangkara kemudian secara aktiv baik siang dan malam hari menjaga keamanan Tamansari. Salah satu contohnya adalah ketika di malam hari ada pengendara yang membuat gaduh wilayah dengan melakukan kebut-kebutan.  Tanpa dikomando,  anggota Citra Bhayangkara yang mengetahui kejadian tersebut langsung memancarkannya melalui jaringan HT dan kemudian bekerjasama menghadapi pengendara tersebut. Hal tersebut merupakan satu contoh bagaimana masyarakat wilayah Tamansari diberdayakan dengan baik untuk mendukung terjaga kamtibmas diwilayahnya sendiri. Dan semua itu menunjukkan bahwa petugas Polmas berhasil menumbuhkan kesadaran bahwa keamanan merupakan sebuah kebutuhan masyarakat pribadi.
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh petugas Polmas di Polsek Tamansari dapat penulis rangkumkan lagi dalam beberapa kegiatan seperti:
1.    Pemberdayaan masyarakat dalam Forum Kemitraan Polri dan Masyarakat (FKPM) dengan melibatkan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan itu sendiri dimana petugas FKPM bersama dengan bhabinkamtibmas mempertemukan pihak yang bermasalah untuk mencari solusi terbaik. Tujuannya adalah bukan mencari siapa yang salah namun mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
2.    Memberdayakan Citra Bhayangkara untuk memonitor perkembangan kamtibmas  di sekitar tempat tinggalnya kemudian meneruskan perkembangan  informasi kamtibmas tersebut melalui jaringan HT.
3.    Memberdayakan anggota masyarakat dalam mencari informasi terkait kejahatan yang terjadi di wilayah Tamansari. Informasi yang diberikan dapat berupa informasi mengenai keberadaan tersangka, saksi, dan petunjuk lain tentang kejahatan tersebut.
4.    Memberdayakan Citra Bhayangkara dengan mengikutkan dalam operasi rutin sebagai bantuan perkuatan sekaligus betujuan untuk mempererat hubungan antara polisi dan masyarakat.
5.    Bekerjasama dalam membuat Sistem Pencegah Kejahatan. Program ini merupakan salah satu upaya Polsek Metro Taman Sari yang membuat wilayah kelurahan menjadi ( pilot Project ) bebas dari tindak kejahatan. Program ini dilakukan dengan membuat pos di setiap RW / RT, memasang alarm keamanan, memasang portal di setiap RW / RT, dan bekerjasama dengan masyarakat dalam mengoperasikan sarana prasarana tersebut demi keamanan wilayahnya Tamansari.
6.    Memberdayakan anggota Citra Bhayangkara sebagai corong kamtibmas untuk mengkomunikasikan pesan kepada masyarakat luas akan pentingnya keamanan dan ketertiban sebagai kebutuhan bersama.


4. PEMBAHASAN
Setelah mengetahui bagaimana pelaksanaan Polmas di wilayah Polsek Metro Tamansari, penulis akan mencoba menganalisa bagaimana pelaksanaan Polmas tersebut berdasarkan teori dan konsep yang telah dicantumkan sebelumnya.
Dalam melaksanakan Polmas di wilayah Tamansari, anggota Polri sudah menempatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek pelaksanaan tugas namun sebagai mitra dalam menjaga kamtibmas. Prinsip ini terinternalisasi dalam perilaku hubungan antara polisi dan masyarakat dimana diantara keduanya bekerja layaknya mitra yang saling bekerjasama menjaga kamtibmas di wilayahnya. Polsek Tamansari secara aktiv mendorong masyarakat untuk membantu melaksanakan tugas menjaga kamtibmas yang merupakan tugas pokok polisi. Kesadaran bahwa keamanan merupakan kepentingan bersama ditumbuhkan dalam diri masyarakat sehingga masyarakat secara aktiv berkontribusi dalam membantu polisi melaksanakan tugasnya. Hal ini senada dengan yang tercantum dalam Pasal 3 (c) Perkap No 3 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa Polmas dilaksanakan dengan prinsip kemitraan, yaitu melalui kerjasama yang konstruktif antara polisi dan masyarakat dalam melaksanakan tugas menjaga keamanan. Selain itu dalam Pasal 4 huruf (a) dan (b) Perkap No 3 Tahun 2015 disebutkan bahwa yang menjadi Falsafah Polmas adalah:
  1. masyarakat bukan merupakan objek pembinaan, melainkan sebagai subjek dan mitra yang aktif dalam memelihara Kamtibmas di lingkungannya sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia; 

  2. penyelenggaraan keamanan tidak akan berhasil, bila hanya dilakukan oleh Polri, melainkan harus bersama-sama dengan masyarakat dalam menangani permasalahan Kamtibmas; 

Berdasarkan hasil temuan penulis, kegiatan Polmas Polsek Metro Tamansari sudah sesuai dengan prinsip dan falsafah Polmas yang tercantum dalam Perkap No 3 Tahun 2015. Personil Polsek menempatkan masyarakat sebagai mitra yang bukan hanya sebagai objek pelaksanaan tugas namun juga sebagai mitra yang aktiv mendukung pelaksanaan tugas polisi dalam menangani masalah kamtibmas.
Diketahui juga bahwa Polsek Tamanasari telah berhasil mendorong masyarakat untuk membentuk sebuah wadah Forum Kemitraan Polri dan Masyarakat (FKPM) yang berfungsi sebagai wadah komunikasi dan mediasi pemecahan masalah yang ada di masyarakat. FKPM yang ada di wilayah Tamansari bahkan sudah menyentuh permasalahan warga di tingkat yang paling kecil yaitu wilayah RT.  Hal ini senada dengan amanat Pasal 36 Perkap No 3 Tahun 2015 yang berbunyi:
"Dalam rangka mengimplementasikan kemitraan antara Polri dengan masyarakat, Bhabinkamtibmas dapat mendorong masyarakat membentuk FKPM atau menitipkan eksistensi FKPM ke dalam pranata adat atau nama/istilah lain dalam bahasa daerah tertentu atas dasar kesepakatan masyarakat setempat."
Selain itu dalam Pasal 7 (c) disebutkan juga bahwa sasaran Polmas adalah kemampuan masyarakat untuk mengidentifikasi permasalahan di lingkungannya, bekerjasama dengan Polri untuk melakukan analisis dan pemecahannya. Ini berarti masyarakat tidak hanya sebagai pelaksana keputusan yang ditetapkan polisi karena kewenangannya, tapi keputusan yang dibuat merupakan hasil kerjasama dimana  masyarakat mempunyai andil. Fakta ini membuktikan bahwa Polsek Tamansari berhasil memberdayakan masyarakat untuk menyelesaikan masalah kamtibmas dengan cara membentuk FKPM yang merupakan implementasi hubungan kemitraan polisi dan masyarakat sesuai dengan amanat Perkap No 3 Tahun 2015.
Polsek Metro Tamansari dalam pelaksanaan tugasnya memberdayakan anggota masyarakat dalam mencari informasi terkait kejahatan yang terjadi di wilayah Tamansari. Informasi yang diberikan dapat berupa informasi mengenai keberadaan tersangka, saksi, dan petunjuk lain tentang kejahatan tersebut. Selain itu Polsek Metro Tamansari juga terkadang mengikutkan Citra Bhayangkara dalam operasi rutin sebagai bantuan perkuatan. Hal ini senada dengan prinsip Polmas yang tertuang dalam Pasal 3 huruf (f) yang mengatakan bahwa salah satu Prinsip Polmas adalah partisipasi, yaitu kesadaran Polri dan warga masyarakat untuk secara aktif ikut dalam berbagai kegiatan masyarakat/komunitas dalam upaya memelihara rasa aman dan tertib, memberi informasi, saran dan masukan, serta aktif dalam proses pengambilan keputusan guna memecahkan permasalahan Kamtibmas dan tidak main hakim sendiri. Fakta bahwa Polsek memberdayakan masyarakat untuk aktiv dalam memecahkan masalah kamtibmas sudah senada dengan amanat Perkap No 3 Tahun 2015.
Dari hasil temuan, diketahui juga bahwa Polsek memberdayakan Citra Bhayangkara untuk memonitor perkembangan kamtibmas  di sekitar tempat tinggalnya kemudian meneruskan perkembangan  informasi kamtibmas tersebut melalui jaringan HT. Selain itu Polsek dan masyarakat bekerjasama dalam membuat Sistem Pencegah Kejahatan yang dilakukan dengan membuat pos di setiap RW / RT, memasang alarm keamanan, memasang portal di setiap RW / RT, dan bekerjasama dengan masyarakat dalam mengoperasikan sarana prasarana tersebut demi keamanan wilayahnya Tamansari. Hal ini senada dengan yang tercantum dalam Pasal 9 Perkap No 3 Tahun 2015 dimana dikatakan bahwa pelaksanaan Polmas dilakukan dengan beberapa model. Salah satunya dapat dilakukan dengan pendayagunaan pranata sosial baik tradisional maupun modern. Jika melihat pelaksanaa pemberdayaan masyarakat di wilayah Tamansari ini maka tergolong sebagai pendayagunaan secara modern dimana sudah memanfaatkan sarana seperti HT, alarm, portal, dan sistem manajemen yang modern.
Pada akhirnya, jika ingin menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan maka perumus program tersebut haruslah menetapkan juga serangkaian indikator keberhasilan sehingga dapat melihat sejauh mana keberhasilan program tersebut. Begitu juga dalam pelaksanaan Polmas, di dalam Perkap No 3 Tahu 2015 Pasal 22 juga terdapat indikator  keberhasilan Polmas. Pasal 22 tersebut berbunyi:
"Indikator keberhasilan Polmas, dilihat dari aspek hubungan Polri dan masyarakat sebagai berikut:
  1. meningkatnya intensitas komunikasi Pengemban Polmas dan Bhabinkamtibmas dengan masyarakat; 

  2. meningkatnya intensitas kegiatan FKPM di Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat atau tempat lainnya; 

  3. meningkatnya intensitas kegiatan kerja sama Pengemban Polmas dan Bhabinkamtibmas dan masyarakat; 

  4. meningkatnya keterbukaan dalam memberikan informasi; 

  5. meningkatnya kebersamaan dalam penyelesaian permasalahan; dan 

  6. meningkatnya intensitas kerja sama dan partisipasi dari pemangku kepentingan. "
Melihat fakta yang sebelumnya telah dijabarkan oleh penulis dan dibandingkan dengan indikator keberhasilan Polmas dalam Perkap No 3 Tahun 2015,  penulis berkesimpulan bahwa Polmas yang dijalankan oleh Polsek Metro Tamansari dan masyarakat berhasil dilakukan. Polsek Tamansari berhasil memberdayakan masyarakat untuk melakukan serangkaian tindakan yang mendukung pelaksanaan tugas kepolisian. Polsek Metro Tamansari juga berhasil menciptakan sebuaha hubungan kemitraan yang sejajar antara polisi dan masyarakat. Petugas Polmas Polsek Metro Tamansari juga berhasil mendorong terbentuknya FKPM dan secara aktiv melakukan upaya pemecahan masalah kamtibmas yang terjadi. Semua fakta tersebut membuktikan bahwa Polsek Metro Tamansari telah berhasil melaksanakan Polmas sesuai dengan indikator yang ada dalam Perkap No 3 Tahun 2015.

5. PENUTUP
Dari fakta yang ditemukan di lapangan serta hasil analisa, penulis menemukan beberapa poin yang dapat dijadikan kesimpulan, antara lain:
1.    Pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan Polmas di Polsem Metro Tamansari dilakukan melalui prinsip kemitraan yang setara dimana Polsek menempatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek pelaksanaan tugas namun subjek yang aktiv dalam menjaga kamtibmas.
2.    Pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan Polmas di Polsek Metro Tamansari dilakukan dengan membentuk FKPM yang aktiv memecahkan permasalahan di masyarakat, membentuk sebuah pola pengamanan swakarsa yang dapat memproteksi lingkungan masyarakat itu sendiri, dan melibatkan masyarakat dalam serangkain kegiatan yang membantu tugas kepolisian.
3.    Terdapat komunikasi yang baik antara Polri dan masyarakat ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat yang secara sukarela berpartisipasi aktiv dalam kegiatan Polmas serta tumbuh kesadaran masyarakat bahwa kamtibmas merupakan kepentingan bersama.
4.    Dalam melaksanakan Polmas, Polsek Metro Tamansari sudah menerapkan prinsip, falsafah dan startegi yang selaras dengan amanat yang digariskan oleh Perkap No 3 Tahun 2015 tentang Polmas.
5.    Secara umum pelaksanaan Polmas di wilayah hukum Polsek Metro Tamansari dikatakan berhasil karena telah memenuhi indikator keberhasilan yang ada dalam Perkap No 3 Tahun 2015 tentang Polmas.
Adapun rekomendasi yang penulis berikan agar dapat lebih mengembangkan Polmas di kemudian hari adalah:
1.    Karena pihak yang terlibat dalam polmas ini bukan hanya polisi tapi juga masyarakat, maka perlu kiranya untuk melakukan sosialisasi program Polmas menurut Perkap No 3 Tahun 2015 kepada berbagai kalangan. Dengan pahamnya masyarakat tentang prinsip-prinsip Polmas, diharapkan Polri akan semakin membuat kemajuan yang yang pesat dalam pelaksanaan Polmas.
2.    Menindaklanjuti Perkap ini, penulis menyarankan kepada pimpinan Polri untuk membuat sebuah nota kesepahaman bersama institusi pemerintah daerah sehingga program Polmas ini mendapat dukungan baik fasilitas maupun dana yang mendorong pelaksanaannya ke arah yang lebih baik.
3.    Dalam mendesentralisasi kewenangan/ tugas polisi kepada masyarakat, perlu diatur lebih lanjut mengenai batasan apa saja tugas polisi yang dapat di desentralisasi kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat di kemudian hari.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Farouk. (2015). Memahami Polmas : Paradigma Perpolisian Baru di Indonesia.
Crawford, Adam. (2002). Public Participation in Criminal Justice.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat.
Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Skep Kapolri No. Pol. : SKEP/433/VII/2005 Tanggal 1 Juli 2006 tentang Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat (Polmas)


Komentar

Postingan Populer