ANALISA SWOT PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM MEWUJUDKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT
I. PENDAHULUAN
Indonesia
adalah negara yang besar. Secara geografis maupun demografis Indonesia
mempunyai potensi yang besar untuk menjadi salah satu kekuatan yang
diperhitungkan di dunia. Sudah 70 tahun waktu berlalu semenjak kemerdekaan dan
sudah 17 tahun berlalu semenjak reformasi Indonesia. Indonesia memang bergerak
maju namun perkembangannya dinilai belum maksimal. Untuk itulah pemerintah
semenjak reformasi giat menerapkan prinsip Good Governance dalam menjalankan
roda pemerintahan. Kebijakan ini juga diikuti oleh Polri sebagai salah satu
institusi pemerintahan. Penerapan prinsip good governance ini kemudian
diterjemahkan oleh Polri ke dalam Grand Strategi Polri yang terbagi ke dalam 3
tahap yaitu : tahap
Trust Building (2005-2010), Partnership Building (2010-2015), dan Strive for
Excelent (2016-2025).
Jika melihat dari pentahapan Grand Strategi maka sekarang kita berada
pada tahap Partnership Building dimana kita membangun kerja sama yang erat
dengan berbagai pihak yang terkait dengan fungsi kepolisian dalam penegakan
hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan, pengayoman untuk menciptakan
rasa aman di masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah mendapatkan
TRUST yang seharusnya kita raih pada tahapan pertama grand strategi Polri? Jawabannya
dapat terlihat dari bagaimana reaksi masyarakat di media terhadap Polri. Trust
yang seharusnya dicapai pada tahapan sebelumnya belum dapat diraih, masyarakat
masih menganggap Polri sebagai lembaga yang korup dan tidak bisa diandalkan
dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Lalu darimana anggapan masyarakat itu berasal? Masyarakat menganggap
polisi kurang mempunyai integritas dan kurang mempunyai komitmen dalam
melaksanakan tugas yang tercermin dari ketidakmampuannya melaksanakan beberapa
tugas pokoknya. Menyempitkan fokus pembahasan, penulis akan membahas dan
menganalisa bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi dilaksanakan
di Polres Metro Jakarta Pusat.
Walaupun
kewenangan untuk menyidik tipikor sudah dimiliki oleh Polri sejak terbitnya UU
No 31 tahun 1999 tentang Tipikor namun semangat Polri untuk menyidik tipikor
baru muncul sejak tahun 2012. Semua satker tingkat Polres ke atas kemudian diberikan
target penyelesaian kasus tipikor dan diberikan anggaran khusus yang jumlahnya
memadai untuk penyidikan tipikor. Karena itulah di Polres jajaran Polda Metro
Jaya belum terbentuk unit tipikor sampai dengan 2012. Pada saat kebijakan
penanganan tipikor sebagai extra ordinary crime ini dicanangkan pada tahun
2012, Polres Metro Jakarta Pusat mendapatkan target penyelesaian perkara sebesar
3 perkara per tahun dengan anggaran Rp 603.000.000,-. Namun pada tahun tersebut
tercatat bahwa Polres Metro Jakarta Pusat tidak dapat mencapai target, bahkan
tidak menangani kasus tipikor sama sekali. Pada akhir tahun 2012 Polres Metro
Jakarta Pusat mendapatkan teguran dari Mabes Polri tentang target yang tidak
tercapai tersebut.
Melihat gambaran kondisi di atas, penulis merasa perlu untuk membahas dan
menganalisa bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi dilaksanakan
di Polres Metro Jakarta Pusat berdasarkan analisa SWOT (Strength, Weakness, Oportunities,
Threats) sehingga
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Polri dapat teridentifikasi dengan
baik. Tujuan akhir dari identifikasi ini adalah agar Polri dapat melakukan
langkah antisipatif untuk menangkal hambatan dan ancaman serta memanfaatkan
peluang dan kekuatan yang dimiliki. Penulis yang sebelumnya bertugas sebagai Kanit
Tipikor Polres Metro Jakpus merasa bahwa dengan terlaksananya penanganan tindak
pidana korupsi secara profesional maka dapat meningkatkan trust dari
masyarakat. Namun sebaliknya, apabila pelaksanaan penyidikan tindak pidana
korupsi ini dinilai gagal oleh masyarakat,
maka justru akan memperburuk citra Polri dan semakin menenggelamkan
citra Polri sebagai lembaga yang korup.
II. ANALISIS SWOT PELAKSANAAN PENYIDIKAN TIPIKOR
Berdasarkan
kondisi penanganan yang kurang tersebut maka penulis mulai menganalisa pelaksanaan
penyidikan Tipikor berdasarkan metode analisa SWOT (Strength,
Weakness, Oportunities, Threats) agar memudahkan bagi manajer untuk mencari solusi
menghadapi hambatan dan membuat kebijakan yang memanfaatkan peluang. Analisis
SWOT adalah sebuah metode analisis yang dikembangkan oleh Kearns yang
mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang berpengaruh kepada performa
organisasi. Faktor internal tersebut terdiri dari kekuatan (strength) dan
kelemahan (weaknesses). Kekuatan (streght) adalah sumber daya yang dimiliki
organisasi yang dapat mendukung organisasi untuk mencapai tujuan sedangkan
kelemahan (weaknesses) adalah hal penghambat yang berasal dari internal organisasi yang dapat
menggangu upaya pencapaian tujuan organisasi. Faktor eksternal organisasi
adalah kondisi lingkungan yang dinamis yang mempengaruhi keberadaan organisasi
tersebut dalam mencapai tujuan. Faktor eksternal itu terdiri dari peluang
(oportunities) dan ancaman (threats). Peluang (oportunities) merupakan hal di
luar organisasi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membawa manfaat bagi
organisasi untuk mencapai tujuan. Sedangkan ancaman (threats) merupakan hal di
luar organisasi yang daoat memberikan hambatan bagi organisasi dalam mencapai
tujuan.
Adapun analisis SWOT terhadap pelaksanaan penyidikan Tipikor Polres
Metro Jakarta Pusat adalah:
A. Faktor Internal:
1.) Kekuatan (Strength)
a)
Terdapat
dana penyidikan yang cukup besar yaitu sebanyak Rp 603.000.000,- per tahun
untuk menyidik 3 perkara tipikor. Jumlah ini lebih besar daripada anggaran
penyidikan yang diberikan untuk menangani kasus pidana biasa. Dengan dana yang
diberikan tipikor sangatlah cukup untuk digunakan membiayai operasional
penyidikan tipikor.
b)
Sarana
dan prasarana yang mendukung penyidikan tipikor seperti komputer, laptop,
printer, internet, ATK, dan mobil sudah tersedia.
c)
Tersedia
sumber daya manusia yang mendukung yaitu anggota penyidik yang sudah
berpengalaman melakukan penyidikan selama bertahun-tahun dan sebagian besar
sudah mendapatkan gelar sarjana hukum.
d)
Terdapat
STR (Surat Telegram) Kapolri yang berisikan perintah untuk menggiatkan
penyidikan tipikor di wilayah-wilayah sehingga dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan langkah prioritas dalam melakukan penyidikan tipikor.
e)
Budaya
organisasi yang baik dimana anggota tidak ragu untuk melaksanakan lembur kerja
apabila sedang menangani perkara yang membutuhkan atensi penanganan.
2.) Kelemahan (Weaknesses)
a)
Belum
dibentuknya unit yang khusus menangani tindak pidana korupsi. Tugas menangani
tindak pidana korupsi dibebankan kepada unit krimsus dimana anggota masih
dibebankan tugas menangani tindak pidana umum lainnya sehingga tidak fokus
dalam menangani tindak pidana korupsi.
b)
Penyidik
maupun kasubnit tidak memahami bagaimana langkah penanganan tindak pidana korupsi, bahkan mereka belum
paham perbuatan pidana yang ada di UU Tipikor. Hal ini terjadi karena baik
anggota maupun kasubnit belum pernah menangani tindak pidana korupsi dan belum
mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan.
c)
Kurangnya
koordinasi dengan instansi samping yang berkaitan dengan penanganan tipikor
seperti BPKP, LPSE, LPJK, dan PPATK. Tidak adanya hubungan yang baik dengan
instansi pendukung ini membuat langkah-langkah penyidikan menjadi terhambat
karena jalur birokrasi tidak dapat berjalan dengan lancar, sedangkan dalam
kasus korupsi dibutuhkan sebuah hubungan antar lembaga yang dapat memotong
jalur birokrasi sehingga pemenuhan alat bukti dapat dengan cepat dilaksanakan.
d)
Tidak
adanya rencana penyelidikan / penyidikan yang jelas yang membuat
langkah-langkah penanganan tidak terencana dengan baik.
e)
Anggota
tidak paham bagaimana menggunakan anggaran penyidikan tindak pidana korupsi.
Anggota masih beranggapan bahwa biaya penyidikan masih dibebankan kepada
penyidik sehingga anggota enggan untuk melakukan tindakan yang mengeluarkan
biaya yang besar, padahal dalam penyelidikan tipikor membutuhkan beberapa ahli
dan auditor dengan biaya yang tidak sedikit.
A. Faktor Eksternal:
1.) Peluang (Oportunities)
a)
Adanya
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan lembaga untuk
memberikan keterbukaan informasi terhadap masyarakat secara umum. Hal ini
menyebabkan dapat diketahuinya anggaran Pemerintah Daerah dan pertanggung
jawaban penggunaannya oleh semua pihak sehingga tidak ada lagi anggaran yang
ditutupi keberadaannya.
b)
Di
Provinsi DKI Jakarta seluruh anggaran pemerintah daerah yang didistribusikan
kepada SKPD di bawahnya dijelaskan secara rinci dalam portal web resmi Provinsi
DKI Jakarta. Hal ini memudahkan penyelidikan karena anggota dapat memantau
penggunaan anggaran Pemda hanya dengan dari internet.
c)
Sistem
lelang saat ini yang menggunakan sistem pendaftaran LPSE dimana peserta lelang
mendaftarkan dokumen lelang ke portal LPSE membuat terekamnya data elektronik
sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti pendukung.
d)
Adanya
tim asistensi dari Polda yang diampu oleh kanit tipikor Polda Metro Jaya.
Keberadaan tim asistensi ini dapat membimbing penyidik sehingga penyidikan
tipikor lebih terarah dan menambah pengetahuan penyidik tentang tindak pidana
korupsi.
e)
Lokasi
kantor BPKP, PPATK, LPSE, LPJK dan BPK yang berada dekat Polres Metro Jakarta
Pusat memberikan keuntungan karena dapat sering berkoordinasi dan mempersingkat
waktu yang dibutuhkan dalam pemenuhan alat bukti.
2.) Ancaman (Threats)
a)
Rumitnya
birokrasi yang ada di instansi samping yang berkaitan dengan penanganan tipikor
seperti BPKP, LPSE, LPJK, dan PPATK sehingga dapat menghambat pelaksanaan
penyidikan tipikor.
b)
Pelaku
kejahatan tipikor di Jakarta cenderung mempunyai banyak jaringan dan melibatkan
banyak orang dalam pemerintah daerah, hal ini membuat kejahatan semakin rapi dan
sangat sedikit meninggalkan bukti kejahatan.
c)
Komitmen
penanganan tipikor instansi Kejaksanaan yang tidak sejalan dengan semangat
pemberantasan korupsi dari kepolisian menyebabkan terhambatnya proses pengajuan
berkas perkara ke persidangan.
d)
Adanya
intervensi baik kepada penyidik ataupun atasan penyidik yang datang dari politisi
atau atasan kepolisian lainnya yang bertugas di luar satuan kerja Polres Metro
Jakarta Pusat.
e)
Dikarenakan
wilayah Polres Metro Jakarta Pusat sering terjadi unjuk rasa maka selain melaksanakan
tugasnya sehari-hari sebagai penyidik, anggota unit tipikor juga dibebankan
untuk melakukan pengamanan unjuk rasa sehingga terkadang tidak dapat menepati
waktu yang telah disusun dalam rencana penyelidikan.
f)
Penyidikan
tindak pidana korupsi melibatkan banyak ahli dan memerlukan anggaran yang lebih
besar daripada tindak pidana biasa.
III. STRATEGI MENGATASI
Setelah
mengindentifikasi kendala dan hambatan tersebut, penulis kemudian merasa perlu
merumuskan beberapa strategi untuk mengatasi kendala yang ada demi
memaksimalkan penanganan penyidikan tipikor. Ada empat jenis strategi dalam analisa SWOT yaitu
strategi SO (kekuatan peluang), strategi WO (kelemahan peluang), strategi ST
(kekuatan ancaman), dan strategi WT (kelemahan ancaman).
A. Strategi SO (Strengths - Oportunities)
Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal organisasi
untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. Adapun strategi SO dalam
penyidikan tipikor di Polres Metro Jakarta Pusat adalah:
1. Memanfaatkan sarana dan prasarana
untuk melakukan penyelidikan secara maksimal baik secara manual maupun melalui
sarana internet.
2. Memerintahkan anggota untuk mencari
bahan materi di media internet yang dapat dijadikan sebagai bukti permulaan
terjadinya tindak pidana korupsi mengingat semua dokumen penggunaan anggaran
Pemda telah diupload dan tersedia di internet. Metode pencarian melalui
internet dapat mempermudah dan mempercepat proses penyidikan.
3. Menggunakan dasar aturan UU
Keterbukaan Informasi Publik dan STR (Surat Telegram) Kapolri sebagai dasar
pintu masuk untuk melakukan prioritas penanganan tindak pidana korupsi.
B. Strategi WO (Weaknesses -
Oportunities)
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. Adapun
strategi WO dalam penyidikan tipikor di Polres Metro Jakarta Pusat adalah:
1. Mengirim penyidik untuk belajar
mengenai penyidikan tipikor kepada tim asistensi yang ada di Polda Metro Jaya
sehingga mempunyai gambaran tentang tindak pidana korupsi, modusnya, alat
buktinya dan bagaimana cara menyidiknya. Dengan
memberikan pemahaman kepada anggota tentang segala yang berhubungan dengan
tindak pidana korupsi maka akan berakibat kepada peningkatan kemampuan
penyidikan anggota baik secara teknis dan taktis.
2. Mengkoordinasikan setiap langkah
penanganan dalam penyelidikan maupun penyidikan kepada tim asistensi Polda
sehingga langkah lebih tertata karena tim asistensi merupakan tim yang sudah
berpengalaman.
3. Mengintenskan hubungan koordinasi
dengan instansi samping yang mendukung pelaksanaan tipikor sehingga tercipta
hubungan yang baik. Pada akhirnya hubungan tersebut diharapkan dapat memotong
jalur birokrasi sehingga proses penyidikan yang melibatkan instansi samping
dapat dipercepat.
C. Strategi ST (Strengths - Threats)
Strategi ST menggunakan kekuatan sebuah perusahaan
untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Adapun strategi ST
dalam penyidikan tipikor di Polres Metro Jakarta Pusat adalah:
1. Dengan dimilikinya anggota yang siap
melaksanakan lembur, maka dapat diterapkan pola kinerja yang total mengejar
keberadaan alat bukti sebelum alat bukti tersebut dihapus atau dihilangkan oleh
pelaku tindak pidana korupsi.
2. Dengan adanya dana anggaran yang
besar dalam menangani tindak pidana korupsi, maka biaya penyidikan dapat tercukupi.
Tanpa memikirkan kecukupan dana maka penyidik dapat berfokus pada pembuktian
unsur pidana perkara tipikor tersebut.
3. Dengan adanya STR Kapolri tentang
prioritas penanganan tindak pidana korupsi dapat mendorong satuan kerja Polres
untuk membentuk unit khusus yang menangani tipikor, dan demi mengintensifkan
pelaksanaannya unit tersebut diberi keleluasaan untuk tidak ikut dalam
pelaksanaan pengamanan kegiatan unjuk rasa agar lebih berfokus pada
pekerjaannya.
D. Strategi WT (Weaknesses -
Threats)
Strategi WT merupakan taktik defensif yang diarahkan
untuk mengurangi kelamahan internal serta menghindari ancaman eksternal. Adapun
strategi WT dalam penyidikan tipikor di Polres Metro Jakarta Pusat adalah:
1.
Merumuskan
perencanaan penyelidikan dan penyidikan yang digunakan sebagai acuan dalam
bertindak. Dengan adanya perencanaan yang jelas maka tindakan yang dilakukan
oleh penyidik menjadi lebih terencana sehingga langkah untuk melengkapi berkas
perkara dapat dilakukan dengan lebih efisien.
2.
Memberikan
penjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab kasubnit dalam mengawasi anggota
serta kewenangan penyidik yang dapat dilakukan dalam tipikor. Hal ini dapat
memaksimalkan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh kasubnit sehingga rencana
penyelidikan / penyidikan yang dibuat dapat terlaksana dengan baik. Selain itu
pengawasan yang baik dapat menimalkan penyimpangan yang dilakukan baik yang
disengaja atau tidak.
3.
Memberikan
pemahaman kepada anggota bagaimana cara menggunakan anggaran penyidikan tipikor
sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga tidak ada lagi kendala masalah
biaya penyidikan yang menghambat anggota untuk melakukan serangkaian tindakan
yang diperlukan demi memenuhi alat bukti dan berkas perkara.
4.
Memperketat
sistem pengawasan dan pengendalian melakukan pendampingan melekat kepada
anggota penyidik. Dengan pendampingan kanit saat penyidik melakukan
klarifikasi, kanit dapat langsung mengkoreksi hasil klarifikasi sehingga
penyidik dapat menambahkan pertanyaan demi terungkapnya fakta hukum yang
mendukung pemenuhan unsur pidana.
IV. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan
analisa SWOT telah diidentifikasi faktor-faktor pendorong dan penghambat yang
berpengaruh kepada performa organisasi. Berdsarkan analisa tersebut telah diidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini
didasarkan pada hubungan atau interaksi antara unsur-unsur internal, yaitu
kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan
ancaman. Strategi untuk meningkatkan penanganan penyidikan tindak pidana
korupsi di Polres Metro Jakarta Pusat dapat dilakukan dengan:
1)
Membuat
unit khusus yang menangani tindak pidana korupsi sehingga anggota dapat
terfokus menangani tindak pidana korupsi.
2)
Membuat
Standar Operasi pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi sehingga anggota
mempunyai acuan dalam bekerja dan pimpinan mempunyai standar untuk menilai
kinerja anggota.
3)
Membuat
rencana penyelidikan dan penyidikan yang rinci sehingga pelaksanaan penyidikan
lebih terarah dan proses penyelesaian berkas perkara menjadi lebih cepat.
4)
Membekali
penyidik dengan pengetahuan mengenai penyidikan tindak pidana korupsi melalui
pelatihan dan seminar sehingga membantu penyidik ketika pelaksanaan.
5)
Perwira
melaksanakan sistem pengawasan dan pengendalian dengan baik sehingga
pelaksanaan penyidikan sesuai dengan perencanaan dan hasil yang maksimal.
6)
Mengintenskan hubungan koordinasi dengan instansi samping yang mendukung
pelaksanaan tipikor sehingga tercipta hubungan yang baik.
7)
Memanfaatkan sarana dan prasarana untuk melakukan penyelidikan secara
maksimal baik secara manual maupun melalui sarana internet.
B. Saran
Untuk
lebih meningkatkan penanganan penyidikan tindak pidana korupsi di Polres Metro
Jakarta Pusat sehingga dapat bermuara pada terlaksananya prinsip good governance penulis memberikan saran
kreativ antara lain:
1)
Dibuatnya
sistem monitoring online penyidikan perkara tipikor yang mencantumkan sejauh
mana tahapan penyidikan yang sedang dilakukan oleh penyidik untuk meningkatkan
akuntabilitas dan meningkatkan trust dari masyarakat.
2)
Membuat
sistem layanan pengaduan masyarakat secara online tentang kasus tipikor
sehingga dapat meningkatkan monitoring Polres Metro Jakarta Pusat terhadap
kasus tipikor.
3)
Perlunya
bantuan pimpinan yang lebih tinggi untuk membantu membuat jalur koordinasi yang
baik dengan instansi yang mendukung pemberantasan korupsi seperti PPATK, BPKP,
LPJK, OJK, dan Pemprov DKI sehingga dapat memangkas birokrasi yang harus
ditempuh penyidik yang dapat bermuara pada efiensi waktu penyidikan.
Komentar
Posting Komentar