ANALISA PERKAP NO. 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMOLISIAN MASYARAKAT
Polisi adalah sebuah organisasi yang
dinamis karena core business dari
Polri itu sendiri adalah public safety
dimana untuk mencapai keamanan dan ketertiban umum sangat bergantung pada
faktor yang beragam dan berubah-ubah. Karena itulah dalam perjalanannya
semenjak berdiri tahun 1946 Polri telah mengalami beberapa perubahan struktur.
Polri yang pada zaman orde baru merupakan bagian dari ABRI sebagai salah satu
kekuatan militer, sekarang menjadi sebuah institusi sipil di bawah Presiden.
Falsafah dan ideologinya pun berubah dari polisi tradisional yang berfokus pada
penegakkan hukum menjadi polisi modern yang berfokus pada pelayanan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan Polri yang memiliki semangat pelayanan maka diterbitkan
beberapa peraturan untuk mengawal pelaksanaannya. Salah satu peraturan itu
adalah Perkap No. 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat.
Menjawab tugas dari dosen mata
kuliah Polmas, menurut kami Perkap No. 3 Tahun 2015 yang diterbitkan pemerintah
termasuk ke dalam kategori Community Policing. Untuk mempermudah pembaca
memahami jawaban dari penulis maka
sebelumnya mahasiswa akan memberikan penjelasan mengenai masing-masing kategori
pemolisian di atas sehingga masing-masing kategori tidak menjadi rancu.
Tradisional Policing seperti yang
dijelaskan penulis sebelumnya adalah sebuah bentuk pemolisian dimana orientasi
utama pelaksanaan tugasnya adalah untuk menegakkan hukum. Pemolisian ini
mengutamakan pemberantasan kejahatan, penegakkan hukum yang berlaku, menangkap
penjahat, dan keberhasillannya diukur dari seberapa banyak tindak pidana dapat
terungkap. Pemolisian ini mengesampingkan azas kemanfaatan hukum dan meihat
masyarakat sebagai objek dari penegakkan hukum. Keterlibatan masyarakat tidak
diperlukan dalam pelaksanaan tugas, hanya kemampuan dan ketrampilan polisi
untuk menegakkan hukum yang diperhatikan.
Problem Oriented Policing berarti
pemolisian yang berorientasi pada pemecahan masalah masyarakat. Pemecahan
masalah masyarakat ini menjadi tugas polisi dan pelaksanaannya dilakukan oleh
polisi itu sendiri tanpa bantuan masyarakat. Dalam tipe pemolisian ini polisi
dituntut memiliki kemampuan analisa penyebab permasalahan yang bagus sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan yang
timbul di masyarakat. Fokusnya adalah menghasil solusi pemecahan masalah yang
menurut polisi paling tepat.
Community Oriented Policing adalah
pemolisian yang berorientasi pada masyarakat. Artinya bahwa pelaksanaan tugas
polisi tujuannya adalah untuk melayani masyarakat, dan menyelesaikan segala
permasalahan yang ada di masyarakat namun dalam pelaksanaannya tidak
menitikberatkan pada keterlibatan masyakarat. Polisi melaksanakan tugasnya
melayani masyarakat sesuai dengan cara kerja dan teknik yang diketahui yang
outputnya adalah public safety. Problem
Oriented Policing yang penulis jelaskan sebelumnya merupakan sebagian falsahah
yang dimiliki oleh Community Oriented Policing.
Community Policing adalah sebuah
bentuk falsafah pemolisian yang menempatkan masyarakat sebagai mitra polisi
dalam posisi sejajar untuk secara bersama-sama mewujudkan public safety, tidak
terbatas hanya pada pemecahan masalah saja, namun kerjasama sama ini juga
dilakukan dalam membantu polisi melaksanakan tugas-tugas lainnya. Polisi dalam
paradigma community policing mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa
keamanan merupakan tanggung jawab bersama dan oleh karena itu masyarakat
didorong untuk aktiv dalam upaya menjaga keamanan tersebut. Dalam community
policing, polisi dan masyarakat
bekerjasama untuk mencoba mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dengan
mengedepankan azas kemanfaatan hukum bukan hanya asas tegaknya hukum. Community
policing juga menjunjung semangat ultimum
remedium yang menempatkan upaya penegakkan hukum positif sebagai pilihan
terakhir pemecahan masalah. Pada akhirnya tujuan dari community policing ini
adalah membentuk masyarakat yang dapat menjadi polisi bagi dirinya sendiri.
Jika kita membaca isi dari Perkap
No. 3 Tahun 2015 ini dapat kita simpulkan bahwa perkap ini mengandung falsafah
yang ada dalam community policing. Seperti yang dicantumkan dengan jelas dalam
pasal 4 huruf (a) yang bunyinya "Falsafah Polmas memandang masyarakat
bukan hanya merupakan objek pembinaan melainkan subjek yang aktiv dalam menjaga
kamtibmas". Hal ini sesuai dengan falsafah community policing yang
mendorong masyarakat untuk aktiv terlibat dalam membantu tugas polisi untuk
mengamankan lingkungannya sendiri karena pada dasarnya polisi adalah bagian
dari masyarakat. Untuk lebih memahami mengapa penulis menggolongkan Perkap No.
3 Tahun 2015 ini ke dalam community policing dan bukan problem oriented
policing maka penulis mencoba memberikan perbandingan yang mendasar diantara
keduanya melalui tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbandingan Problem
Oriented Policing, Community Policing, dan Perkap No. 3 Tahun 2015.
Tradisional Policing
|
Problem Oriented Policing
|
Community Policing
|
Perkap No 3 Tahun 2015
|
Berfokus
pada pengungkapan kejahatan / penegakkan hukum positif demi menjaga
kamtibmas.
|
Penekanan utamanya adalah penanganan permasalahan
sosial yang Substansial berdasarkan mandat yang diberikan kepada Polisi dalam
bertugas.
|
Penekanan utama pelaksanaannya
yaitu melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan tugas
kepolisian
|
Pasal 3 huruf c. Polmas dilaksanakan dengan prinsip
kemitraan, yaitu kerjasama yang konstruktif antara polisi dan masyarakat
dalam melaksanakan tugas menjaga keamanan (tidak hanya saat memecahkan
masalah)
Pasal 4 huruf a. Falsafah Polmas mengatakan
masyarakat bukan hanya merupakan objek pembinaan melainkan subjek yang aktiv
dalam menjaga kamtibmas
Pasal 27 (d): tugas bhabinkamtibas salah satunya
menerima informasi dari masyarakat terkait tindak pidana. Pasal ini
menyiratkan bahwa ada harapan besar dalam program Polmas ini masyarakat turut
serta mendukung pelaksanaan tugas polri seperti pengumpulan informasi, tidak
hanya pemecahan masalah masyarakat.
|
Berurusan
dengan masyarakat hanya jika tidak ada pekerjaan polisi yang nyata (menindak
kejahatan), untuk memenuhi panggilan dan melakukannya.
|
Kerjasama polisi dan masyarakat
akan lebih meningkat berdasarkan kepentingan dalam menghadapi permasalahan
tertentu
|
Polisi dan masyarakat selalu atau
hampir setiap saat bekerjasama.
|
Pasal 3 huruf g. Polmas dilaksanakan dengan prinsip
hubungan personal yang lebih mengutamakan hubungan pribadi daripada hubungan
formal kedinasan. Jadi Polri diharapkan berhubungan dengan masyarakat setiap
saat, tidak hanya saat bertugas saja sehingga tercipta hubungan personal yang
baik.
|
Prioritasnya
adalah kejahatan yang bernilai tinggi (misalnya, perampokan bank, pembunuhan,
dll), transnational crime, organized crime, dan mereka-mereka pelaku-pelaku
yang melibatkan tindak kekerasan.
|
Prioritas yang tertinggi dalam
bertugas adalah untuk menganalisa masalah lebih mendalam.
|
Analisa mendalam masalah diperlukan
tapi tidak lebih penting dari tetap membangun kerjasama dengan masyarakat
dalam menganalisa dan menyelesaikan masalah
|
Pasal 19 (b): Indikator keberhasilan Polmas adalah
meningkatnya keakraban hubungan pengemban polmas dengan bhabinkamtibmas
dengan masyarakat. Indikator keberhasilan ini diletakkan lebih dahulu
daripada tujuan pemecahan masalah, hal ini menunjukkan bahwa polmas lebih
bertujuan untuk membangun keakraban dengan masyarakat, baru setelahnya
mencoba membantu dalam pemecahan masalah.
|
Dalam menyelesaika masalah cara terbaik adalah
dengan membawa masalah tersebut ke ranah hukum melalui Criminal Justice System
|
Keinginan sangat kuat untuk dapat
menggali dan mencari cara-cara alternatif penyelesaian masalah guna tercapainya
penegakan hukum.
|
Lebih memilih untuk memberikan
tanggapan yang merupakan hasil kerjasama polisi dengan masyarakat dalam
menyelesaikan masalah.
|
Pasal 16 (d): Pengemban Polmas bertugas
melaksanakan konsultasi dan diskusi dengan masyarakat tentang pemecahan
masalah kamtibmas.
Pasal 17 (c): Pengemban Polmas berwenang membantu
menyelesaikan perselisihan warga.
Dari kedua pasal tersebut dapat kita terjemahkan
bahwa petugas polmas lebih cenderung untuk membantu dan memberikan konsultasi
manakala terjadi permasalahan di masyarakat. Petugas Polmas tidak memberikan
sebuah solusi pribadi yang harus dipatuhi oleh masyarakat, tapi lebih kepada
mendorong masyarakat untuk menentukan keputusan solutif itu sendiri.
|
Peran polisi mengorganisir masyarakat hanya
diperlukan pada kondisi tertentu.
|
Peran Polisi dalam mengorganisir dan
memobilisasi masyarakat dilakukan hanya jika diperlukan dalam
konteks masalah tertentu yang ditangani.
|
Peran Polisi dalam mengorganisir
dan memobilisasi masyarakat merupakan penekanan peran Polisi yang utama.
|
Pasal 11: Pelaksanaan tugas Polmas dilakukan salah
satunya dengan mengorganisir kelompok Patroli Keamanan Sekolah, Sukarelawan
pengatur lalu lintas, komunitas ojek, dll tidak hanya saat terjadi
peristiwa/masalah tertentu namun secara berkelanjutan menjadikan kelompok
tersebut mitra menjaga kamtibmas.
|
Sebagai
lembaga penegak hukum polisi menempatkan masyarakat sebagai objek pelaksanaan
tugasnya, bantuan masyarakat diperlukan hanya dalam kondisi tertentu.
|
Pentingnya desentralisasi peran berdasarkan
letak geografis dan keberlanjutan penugasan petugas Polisi di tengah-tengah
masyarakat diperlukan tapi bukan hal yang mendasar.
|
Desentralisasi peran berdasarkan
letak geografis dan keberlanjutan penugasan petugas Polisi di tengah-tengah
masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar.
|
Pasal 10 : Bahwa pelaksanaan Polmas dilakukan
dengan mengintensifkan pengamanan swakarsa(pecalang, jaga baya) dan pranata
adat (Mapalus, Rembug Pekon,dll) sesuai yang ada di daerahnya sebagai bentuk
desentralisasi peran Polri.
Pasal 32: Pasal ini menjelaskan beberapa tugas FKPM
antara lain ikut serta menganalisa dan memecahkan masalah masyarakat dan
mengambil langkah-langkah proporsional dalam rangka pelaksanaan fungsi
kepolisian umum. Pasal ini secara langsung menegaskan bahwa forum masyarakat
lokal diberikan peran seperti yang dimiliki oleh polisi, ini berarti
desentralisai peran kepada masyarakat merupakan hal yang mendasar dalam
polmas.
|
Mendorong masyarakat untuk
mendukung dan menjaga keputusan yang telah dibuat berdasarkan kewenangan
Polisi.
|
Menekankan pada saling berbagi
kewenangan dan peran antara Polisi dengan masyarakat dalam membuat keputusan.
|
Pasal 7 (c) : Sasaran Polmas adalah kemampuan
masyarakat untuk mengidentifikasi permasalahan di lingkungannya, bekerjasama
dengan Polri untuk melakukan analisis dan pemecahannya. Ini berarti
masyarakat tidak hanya sebagai pelaksana keputusan yang ditetapkan polisi
karena kewenangannya, tapi keputusan yang dibuat merupakan hasil kerjasama antara
keduanya masyarakat mempunyai andil.
|
|
Polisi
dianggap efektiv bekerja jika mempunyai kecepatan yang tinngi dalam Waktu
untuk merespon keluhan/kejadian.
|
Menekankan kepada intelektualitas
dan kemampuan/ keterampilan petugas dalam menganalisa permasalahan.
|
Menekankan kepada kemampuan
interpersonal (kemampuan kepribadian dalam membangun hubungan baik antar
manusia).
|
Pasal 22 : bahwa indikator keberhasilan Polmas
dalam hubungannya dengan masyarakat adalah dengan meningkatnya komunikasi
dengan masyarakat, meningkatnya kegiatan FKPM, meningkatnya pemberian
informasi oleh masyarakat, meningkatnya kerjasama penyelesaian masalah.
Terlihat bahwa penyelesaian masalah bukanlah tujuan utama namun membangun
hubungan yang baik dengan masyarakat jauh lebih penting, untuk itu diperlukan
kemampuan membangun hubungan yang baik.
|
Polisi
melakukan tugasnya menjaga kamtibmas dalam batasan hal-hal yang berhubungan
dengan Kejadian, Peristiwa, Tindak Pidana
|
Mendorong terciptanya peran yang
luas tetapi tetap ada batasan yang menekankan bahwa kapasitas/ kemampuan
Polisi terbatas, dan menjaga terhadap terciptanya harapan dan tujuan
peran-tugas Polisi yang terukur, dan konkret.
|
Mendorong peran yang seluas-luasnya bagi polisi
untuk mencapai tujuan-tujuan sosial
yang ambisius dan abstrak seperti tercapainya kesejahteraan sosial, keadilan,
ketertiban umum, dan kualitas hidup masyarakat yang baik
|
Pasal 9 : Polmas dilaksanakan dengan cara
mengembangkan konsep Koban dan Chuzaiso dari Jepang dimana polisi tidak hanya
berperan sebatas menyelesaikan masalah hukum saja namun juga seluas-luasnya
segala permasalahan yang dialami masyarakat.
|
Sumber :1. Perkap No. 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian
Masyarakat.
2. Slide Pelajaran Polmas
Dosen Andrea H. Poeloengan, S.H., M.Hum, M.T.C.P.
Analisa
Perbandingan
Dari tabel di atas terlihat bahwa prinsip yang dianut
community policing juga diterjemahkan dalam Perkap No. 3 Tahun 2015. Dalam CP penekanan
utama pelaksanaannya yaitu melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses
pelaksanaan tugas kepolisian. Hal ini senada dengan yang dicantumkan dalam Pasal 3 huruf (c) bahwa Polmas
dilaksanakan dengan prinsip kemitraan, yaitu kerjasama yang konstruktif antara
polisi dan masyarakat dalam melaksanakan tugas menjaga keamanan (tidak hanya
saat memecahkan masalah). Pasal 4 huruf (a) bahwa Falsafah Polmas mengatakan
masyarakat bukan hanya merupakan objek pembinaan melainkan subjek yang aktiv
dalam menjaga kamtibmas. Pasal ini menyatakan bahwa Pasal 27 (d): tugas
bhabinkamtibas salah satunya menerima informasi dari masyarakat terkait tindak
pidana. Pasal ini menyiratkan bahwa ada harapan besar dalam program Polmas ini
masyarakat turut serta mendukung pelaksanaan tugas polri seperti pengumpulan informasi,
tidak hanya dalam pemecahan masalah masyarakat.
Community policing berprinsip bahwa
polisi dan masyarakat selalu atau hampir setiap saat bekerjasama. Hal ini
senada dengan yang tertera dalam Pasal 3 huruf g. Polmas dilaksanakan dengan prinsip hubungan
personal yang lebih mengutamakan hubungan pribadi daripada hubungan formal
kedinasan. Jadi Polri diharapkan berhubungan dengan masyarakat setiap saat,
tidak hanya saat bertugas saja sehingga tercipta hubungan personal yang baik.
Untuk itulah menurut Perkap tidak ada batasan kepentingan tugas ataupun batasan
waktu dalam polmas untuk selalu berkomunikasi dengan masyarakat.
Dalam community policing analisa
mendalam masalah diperlukan tapi tidak lebih penting dari tetap membangun
kerjasama dengan masyarakat dalam menganalisa dan menyelesaikan masalah.
Prinsip ini tertuang juga dalam Pasal 19 (b): Indikator keberhasilan Polmas adalah
meningkatnya keakraban hubungan pengemban polmas dengan bhabinkamtibmas dengan
masyarakat. Indikator keberhasilan ini diletakkan dalam poin yang lebih dahulu
daripada tujuan pemecahan masalah, hal ini menunjukkan bahwa polmas lebih
bertujuan untuk membangun keakraban dengan masyarakat, baru setelahnya mencoba
membantu dalam pemecahan masalah.
Community policing lebih memilih untuk
memberikan tanggapan yang merupakan hasil kerjasama polisi dengan masyarakat. Pasal 16 (d) berbunyi bahwa
pengemban Polmas bertugas melaksanakan konsultasi dan diskusi dengan masyarakat
tentang pemecahan masalah kamtibmas. Pasal 17 (c) berbunyi bahwa pengemban
Polmas berwenang membantu menyelesaikan perselisihan warga. Dari kedua pasal
tersebut dapat kita terjemahkan bahwa petugas polmas lebih cenderung untuk
membantu dan memberikan konsultasi manakala terjadi permasalahan di masyarakat.
Petugas Polmas tidak memberikan sebuah solusi pribadi yang harus dipatuhi oleh
masyarakat, tapi lebih kepada mendorong masyarakat untuk menentukan keputusan
solutif itu sendiri.
Dalam community policing peran polisi
dalam mengorganisir dan memobilisasi masyarakat merupakan penekanan peran polisi
yang utama. Hal ini senada dengan Pasal 11 yang mengatakan bahwa pelaksanaan tugas Polmas
dilakukan salah satunya dengan mengorganisir kelompok Patroli Keamanan Sekolah,
Sukarelawan pengatur lalu lintas, komunitas ojek, dll. Jadi pengorganisasian
dan pembinaan kelompok ini tidak hanya saat terjadi peristiwa/masalah tertentu
namun secara berkelanjutan menjadikan kelompok tersebut mitra menjaga
kamtibmas.
Dalam community policing desentralisasi
peran berdasarkan letak geografis dan keberlanjutan penugasan petugas Polisi di
tengah-tengah masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar. Hal ini sama
dengan yang tercantum dalam Pasal 10 : Bahwa pelaksanaan Polmas dilakukan dengan
mengintensifkan pengamanan swakarsa(pecalang, jaga baya) dan pranata adat
(Mapalus, Rembug Pekon,dll. Dan dalam Pasal 32 juga menjelaskan beberapa tugas
FKPM antara lain ikut serta menganalisa dan memecahkan masalah masyarakat dan
mengambil langkah-langkah proporsional dalam rangka pelaksanaan fungsi
kepolisian umum. Kedua pasal ini secara langsung menegaskan bahwa forum dan
kelompok masyarakat lokal diberikan peran seperti yang dimiliki oleh polisi
yaitu untuk menjaga keamanan dan untuk mencari solusi dengan musyawarah apabila
ada masalah dalam masyarakat. Ini menunjukkan bahwa Perkap menegaskan bahwa
desentralisai peran polisi kepada masyarakat di daerah merupakan hal yang
mendasar dalam polmas.
Community policing menekankan pada
saling berbagi kewenangan dan peran antara Polisi dengan masyarakat dalam
membuat keputusan. Pasal 7 (c) mengatakan bahwa sasaran Polmas adalah kemampuan masyarakat
untuk mengidentifikasi permasalahan di lingkungannya, bekerjasama dengan Polri
untuk melakukan analisis dan pemecahannya. Ini berarti masyarakat tidak hanya
sebagai pelaksana keputusan yang ditetapkan polisi karena kewenangannya, tapi
keputusan yang dibuat merupakan hasil kerjasama antara keduanya masyarakat
mempunyai andil. Polri bukan pada posisi yang dominan namun setara dengan
masyarakat dalam mengambil keputusan bersama.
Community policing menekankan kepada
kemampuan interpersonal (kemampuan kepribadian dalam membangun hubungan baik
antar manusia). Pasal
22 mengatakan bahwa indikator
keberhasilan Polmas dalam hubungannya dengan masyarakat adalah dengan
meningkatnya komunikasi dengan masyarakat, meningkatnya kegiatan FKPM,
meningkatnya pemberian informasi oleh masyarakat, meningkatnya kerjasama
penyelesaian masalah. Terlihat bahwa penyelesaian masalah bukanlah tujuan utama
namun membangun hubungan yang baik dengan masyarakat jauh lebih penting, untuk
itu diperlukan kemampuan membangun hubungan yang baik.
Community policing mendorong peran luas seluas-luasnya bagi
polisi untuk mencapai tujuan-tujuan
sosial yang ambisius dan abstrak seperti tercapainya kesejahteraan
sosial, keadilan, ketertiban umum, dan kualitas hidup masyarakat yang baik.
Dalam Pasal 9 dikatakan bahwa Polmas dilaksanakan dengan cara mengembangkan
konsep Koban dan Chuzaiso dari Jepang dimana polisi tidak hanya berperan
sebatas menyelesaikan masalah hukum saja namun juga seluas-luasnya segala
permasalahan yang dialami masyarakat. Polisi berpotensi untuk mengembangkan
tugasnya seluas-luasnya untuk membantu masyarakat, tidak hanya terkait dengan
masalah hukum atau kamtibmas.
Dari uraian di atas dapat terlihat sebuah kecocokan antara
prinsip yang dianut oleh community policing dengan prinsip yang dianut oleh
Perkap No. 3 Tahun 2015 tentang pemolisian masyarakat.
Kesimpulan
Dari analisa penulis, terlihat bahwa Perkap No. 3 Tahun 2015
tentang Pemolisian Masyarakat menganut prinsip-prinsip yang ada dalam community
policing. Keduanya memliki kesamaan prinsip yaitu:
1. Penekanan
utama pelaksanaannya yaitu melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses
pelaksanaan tugas kepolisian, bukan hanya sebagai objek tapi sebagai subjek.
2. Polisi dan
masyarakat selalu atau hampir setiap saat bekerjasama, tidak hanya terikat pada
kepentingan tugas. Untuk itu diperlukan kemampuan interpersonal yang baik bagi
petugas Polmas.
3. Analisa
mendalam tentang suatu masalah diperlukan tapi tidak lebih penting dari tetap
membangun kerjasama dengan masyarakat.
4.
Polmas lebih memilih untuk memberikan tanggapan yang
merupakan hasil kerjasama polisi dengan masyarakat, bukan keputusan pribadi
polisi. Polmas menekankan pada saling berbagi kewenangan dan peran antara
Polisi dengan masyarakat dalam membuat keputusan.
5. Peran polisi
dalam mengorganisir dan memobilisasi masyarakat merupakan penekanan peran
polisi yang utama, hal ini dilakukan setiap saat.
6. Desentralisasi
peran polisi kepada masyarakat berdasarkan letak geografis dan keberlanjutan
penugasan petugas Polisi di tengah-tengah masyarakat merupakan hal yang sangat
mendasar.
7.
Polmas mendorong peran yang seluas-luasnya bagi polisi untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial yang
ambisius dan abstrak seperti tercapainya kesejahteraan sosial, keadilan,
ketertiban umum, dan kualitas hidup masyarakat yang baik.
Saran
Setelah mengetahui prinsip-prinsip Polmas yang tercantum dalam
Perkap No. 3 Tahun 2015 dan tujuan yang diharapkan dari penerapan Polmas itu, penulis
perlu memberikan saran agar pelaksanaan program Polmas ini dapat terlaksana
dengan baik. Saran itu antara lain:
1.
Karena pihak yang terlibat dalam polmas ini bukan hanya
polisi tapi juga masyarakat, perlu kiranya untuk melakukan sosialisasi program
Polmas ini secara luas kepada masyarakat. Dengan pahamnya masyarakat tentang
prinsip-prinsip Polmas, diharapkan Polri akan semakin mudah dalam mewujudkan kesuksesan
Polmas.
2.
Menindaklanjuti Perkap ini, penulis menyarankan kepada
pimpinan Polri untuk membuat sebuah nota kesepahaman bersama institusi
pemerintah daerah sehingga program Polmas ini mendapat dukungan yang memudahkan
pelaksanaannya.
3.
Dalam mendesentralisasi kewenangan/ tugas polisi kepada
masyarakat, perlu diatur lebih lanjut mengenai batasan apa saja tugas polisi
yang dapat di desentralisasi kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan
kebingungan bagi masyarakat di kemudian hari.
Ide Kreatif
Setelah mengetahui kemanfaatan Polmas dan prospeknya dalam
mengembangkan sebuah hubungan yang konstruktif antara polisi dan masyarakat,
penulis mempunyai beberapa ide/terobosan agar pencapaian kesuksesan Polmas ini
dapat tercapai. Antara lain:
1.
Karena petugas polmas sangat perlu untuk memiliki kemampuan
interpersonal yang baik, maka penulis menyarakan untuk memberikan pelatihan
peningkatan kemampuan ini. Tentu saja pelatih yang akan melakukan pelatihan
haruslah orang yang benar-benar membidangi sehingga acara pelatihan ini tidak
menjadi sebuah acara ceremonial untuk pemenuhan kegiatan. Diharapkan setelah
mengikuti pelatihan interpersonal skill ini anggota dapat menerapkannya
langsung di masyarakat untuk kemajuan Polmas.
2.
Menempatkan anggota yang khusus untuk mengelola sosial media
untuk menyebarkan informasi tentang Polmas sekaligus menjalin hubungan dengan
masyarakat dunia maya. Hal ini senada dengan berkembangnya zaman ke era
internet dimana sebagian besar masyarakat dewasa ini menganggap dunia maya
sebagai salah satu ekosistem kehidupan era baru.
3.
Bersama dengan masyarakat membentuk sebuah organisasi non
profit di luar Polri yang bergerak di bidang Polmas lengkap dengan AD/ART yang
sesuai dengan falsafah Polmas. Yayasan ini nantinya akan akan semakin mendorong
perkembangan Polmas karena mempunyai motor sendiri yang tidak bergantung pada
Polri.
4.
Secara berkala dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan
Polmas dan kendala yang dihadapi. Dalam penelitian tentunya berfokus untuk
mengangkat permasalahan yang bertujuan untuk kemajuan Polmas.
Daftar Pustaka
Perkap No. 3 Tahun 2015 tentang
Pemolisian Masyarakat.
tulisannya bagus saya sependapat dengan ide kreatif tersebut agar polmas di kedepankan dan lengkao dengan AD/ART ny sehingga polmas dapat bergerak secara mandiri dan tidak bergantung pada masyarakt atau malah menjadi beban masyarakat.
BalasHapuspak kapolsek sudahkan menerapkan Polmas sekarang?
Hapusindar jg bagus
BalasHapusJudah setahun rupanya
Hapuseksistensi polmas/bhabinkamtibmas tidak ter ekspolre dengan baik, sehingga masyarakat luas tidak tahu eksistensinya,, yg dikenal masyarakat hanyalah polantas dan serse yg cenderung citra nya jelek
BalasHapus