Memaknai Pasal Pemalsuan Surat (263 KUHP)




Upaya pemalsuan surat yang akan digunakan untuk kepengurusan sertifikat, ijazah, passport, dll dapat dipidana dengan Pidana penjara sesuai dengan Pasal 263 KUHP. Namun supaya kita lebih gampang memaknainya, marilah kita bahas rumusan delik ini secara sistemas berdasarkan unsur pasal dan beberapa pendapat hukum yang damat menjelaskan unsur delik tersebut. 

Pasal 263 KUHP: 
1.    Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2.    Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah -olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.



Dalam menelaah unsur pidana dalam suatu delik, kita harus menelaah baik unsur objektif maupun sujektifnya. Unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan. Sedangkan unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. (Lamintang,  1997:193)

Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah:
1)    Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid;
2)    Kwalitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.
3)    Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah sebagai berikut :
1)  Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolusatau Culpa);
2)  Maksud atau Voornemenpada suatu percobaan atau poggingseperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
3)  Macam-macam maksud atau oogmerkseperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
4)  Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raadseperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
5)  Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana  menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur pasal 263 ayat KUHP ini meliputi : 
  1. Unsur Obyektif: 
    1. Perbuatan:
1) Membuat surat palsu. 
2) memalsu
3) Menggunakan surat palsu (ayat 2)
    1. Objeknya yakni surat :
1) Yang dapat menimbulkan sesuatu hak
2) Yang dapat menimbulan sesuatu perikatan
3) Yang dapat menimbulkan pembebasan hutang
4) Yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal. 
    1. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tertentu. 
  1. Unsur Subjektif:Dengan maksuduntuk memakainya sebagai surat yang asli dan tidak dipalsukan atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. 

Secara umum, unsur-unsur pemalsuan surat dalam Bab XII ini terdiri dari  (1) suatu surat yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu kejadian; (2) membuat surat palsu (artinya surat itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat (artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian palsu); (3) tujuan menggunakan atau digunakan oleh orang lain; (4) dapat menimbulkan kerugian.

Adapun tafsir terhadap pasal 263 KUHP ini adalah: 
a.   Surat
Maksud kata “surat” dalam pasal 263 KUHP ini adalah segala surat yang baik ditulis tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin dan lain -lainnya. Namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi sekarang ini, surat tidak hanya ditulis, dicetak dan lainnya tetapi telah ada pula surat elektronik yang tidak tertulis atau tertera pada selembar kertas. 
b.   Surat Palsu
Maksud dari surat palsu adalah surat yang isinya bertentang dengan kebenaran baik mengenai isinya atau tanda tangan seolah-olah berasal dari orang yang namanya tertera dalam surat tersebut (Putusan MA No. 2050 K/Pid/2009). Bahwa bagaimana sepucut surat itu dipandang sebagai surat palsu dapat dilihat pada Hoge Raaddi dalam arrest-nya tanggal 18 Maret 1940 NJ 1940 No. 781 antara lain telah memutuskan bahwa: “Sepucuk surat itu adalah palsu, jika sebagian dari yang tidak terpisahkan dalam surat tersebut ternyarta palsu.” (Lamintang, 2009:14)

Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:
1.     dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain);
2.     dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
3.     dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau 
4.     surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

c.   Memalsu surat/ membuat surat palsu
Perbuatan “memalsu surat/ membuat surat palsu” dalam delik ini adalah sebagai perbuatan dilarang. Perbuatan membuat surat palsu adalah perbuatan membuat sebuah surat yang sebelumnya tidak ada/belum ada, yang sebagian atau seluruh isinya palsu. Surat yang dihasilkan dari perbuatan ini disebut dengan surat palsu. Perbuatan memalsu, adalah segala wujud perbuatan apapun yang ditujukan pada sebuah surat yang sudah ada, dengan cara menghapus, mengubah atau mengganti salah satu isinya surat sehingga berbeda dengan surat semula. Surat ini disebut dengan surat yang dipalsu. 

d.   Menggunakan Surat Palsu
Menggunakan sebuah surat adalah melakukan perbuatan bagaimanapun wujudnya atas sebuah surat dengan menyerahkan, menunjukkan, mengirimkannya pada orang lain yang orang lain itu kemudian dengan surat itu mengetahui isinya. 

e.   Dengan sengaja
Unsur “dengan sengaja” dalam delik ini mengandung maksud bahwa bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Untuk mengetahui apakah pelaku dengan sengaja melakukan suatu perbuatan sehingga dapat diminta pertanggungjawaban atas delik yang dilakukannya maka harus dilihat dapat kemamuan jiwa (versdelijke vermogens), doktrin ini secara lebih lengkap disebut dengan actus non facit reum nisi mens sit rea (actus reus dan mens rea) : suatu perbuatan tidak dapat membuat orang bersalah kecuali dilakukan dengan niat jahat atau geen straf zonder schuld. Kesalahan merupakan unsur penting dari pertanggungjawaban pidana disamping unsur lainnya yaitu kemampuan bertanggung jawab dan tiadanya alasan pemaaf. Kesalahan dibagi dua, yaitu kesengajaan dan kelalaian. 

Dalam konteks kasus ini maka yang akan ditafsirkan adalah kesengaajaan karena Pasal  263 KUHP menghendaki adanya unsur kesengajaan. Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil dari M.v.T. (Memorie van Toelichting), yaitu “Pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui”. Dalam pengertian ini disebutkan bahwa kesengajaan diartikan sebagai : “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/ atau akibatnya. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu dan akibat yang akan timbul daripadanya.

f.    Dapat mendatangkan kerugian
Penggunaannya itu harus dapat mendatangkan kerugian “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu benar- benar ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup, yang diartikan dengan “kerugian” disini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian dilapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dan sebagainya. 

PAF Lamintang dan Theo Lamintang menyebutkan bahwa:
“Dari kata-kata menimbulkan kerugian kiranya sudah jelas bahwa di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP itu, pembentuk undang-undang tidak harus mensyaratkan keharusan adanya kerugian yang timbul, memungkinkan hanya adanya kerugian seperti itu.(HR 22 April 1907, W.8536). Bahkan pelaku tidak perlu harus dapat membayangkan tentang kemungkinan timbulnya kerugian tersebut (HR 8 Juni 1997, W.6981).”

Menurut Soenarto Soerodibroto “kerugian yang dapat timbul akibat dari pemakaian surat palsu atau surat dipalsu, tidak perlu diketahui atau atau disadari petindak“. Hal ini ternyata dari adanya surat arrest HR ( 8-6-1897) yang menyatakan bahwa “ petindak tidak perlu mengetahui terlebih dahulu kemungkinan timbulnya kerugian ini“. Tidak ada ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan akan adanya kemungkinan kerugian ini jika surat palsu atau surat dipalsu itu dipakai, hanya berdasarkan pada akibat-akibat yang dapat dipikirkan oleh orang-orang pada umumnya yang biasanya terjadi dari adanya penggunaan surat semacam itu.

Menimbang juga HR arresttanggal 29 Maret 1943 yang menyebutkan bahwa “Kerugian yang mungkin dapat timbul dalam pemalsuan surat yang dilakukan seorang notaris ialah berkurangnya kepercayaan masyarakat yang dapat timbul terhadap notaris”. Dari memori HR ini kita dapat memaknai bahwa kerugian yang dapat timbul tidak hanya kerugian yang sifatnya materiil namun juga immateriil. Selain itu, kerugian yang dapat timbul dari suatu surat palsu juga dapat dimaknai tidak hanya pada tujuan “garis lurus” surat tersebut digunakan, melainkan juga dampaknya bagi situasi sosial masyarakat.







DAFTAR PUSTAKA

Lamintang.1997.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesai. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang.2009.Kejahatan Membahayakan Keperayaan umum Terhadap Surat Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan Peradilan Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika

R. Soesilo.1985.Kitab Undang -undang Hukum Pidana ( KUHP ) serta Komentar komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal.Bogor: Politeia. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer